Langkah Strategis membangun NTB: 29
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dalam daftar koleksi perpustakaan, Tidak kurang 78 judul buku saya turun naikkan sampai akhirnya didigitalisasi untuk mempermudah membawanya kemana-mana. Begitulah jika seorang yang buta ekonomi hendak turun ke gelanggang yang sama sekali asing.
Maaf, saya selipkan pesan Kyai H. Imam Zarkasyi kepada saya dahulu di Gontor:
[1] Kejujuran adalah mata uang yang laku kapan dan di mana saja;
[2] Uang memang penting, tapi jangan hidup yang penting uang;
[3] Lima tahun adalah masa uji coba seorang pengusaha tekun atau tidak, jika sudah tekun selama itu dan tidak berhasil juga, tinggalkanlah dan cari usaha lain;
[4] Satu sen adalah bagian dari seribu, tiada seribu kalau hilang satu sen, tapi jangan kikir;
[5] Milikiah uang dan jangan kau dimiliki olehnya. Ada dua contoh hidup tentang bagaimana manusia tidak dimiliki oleh uangnya: Iyanla Vanzant dan Maulana Assyeikh Hamzanwadi, Tuan Guru Pancor. Orang pertama dapat anda baca kisah hidupnya di Oprah Winfrey dot kom, sedangkan yang kedua dapat disimak dari peristiwa diujung hayat beliau. Setiap selesai Jum'at Hamzanwadi membagikan milik pribadinya berbakul-bakul. Lalu ketika ditanyakan: Mengapa tidak diwariskan kepada anak cucu saja semuanya? Jawabnya singkat: Mereka Insya Allah akan bisa mencarinya sendiri.
Bismillah saya mulai tahun 1998, seperti biasa, semangat yang greng dan meledak-ledak menghadapai apa yang lumrah dihadapi oleh pemula: Selalu saja modal tidak kembali. Jangankan setengah, lebih sering malah berakhir dengan hutang. Saya laporkan kepada orang tua, jawabannya 'senyum manis'. Ucapannya: Gawek doang!
Tahun ke tiga dan ke empat adalah masa paling meng-galaw-ken. Bayangken, saya yang berusaha dengan bekal strategi ala Randy Gigg, setekun Bilgate [mungkin] tak lupa juga jurus-jurus TDW [Tung Desem Waringin] dan Mario Teguh, tapi tetap kalah bersaing melawan Inak Naah, si pengusaha beras yang nggak tamat Madrasah Ibtidaiyyah. Tahap ini penyakit aneh menerpa: Kesalahan ditumpahkan kepada pihak lain; Teman dan orang yang tidak jujurlah, Bank yang nggak mau ngasih kredit-lah, bencana alam-lah, sampai suasana mayarakat yang tidak kondusif.
Kerap kali kekesalan saya tumpahkan di atas sajadah malam, mungkin mirip dengan menuduh Allahlah yang tidak berpihak kepada saya. Rasanya saya mau batalkan urusan cari-cari duit ini. Lapor lagi kepada orang tua, beliau kasi bantuan. Mengkalkulasi:
Ayah: Kamu sudah keluar modal berapa?
Jawab : Rp. 150 juta. Kurang lebih. [ Tur he he he]
Ayah: Sudah punya rumah?
Jawab: Ada, dibelikan oleh teman-teman. Mobil dan HP juga begitu;
Ayah : Anakmu berapa?
Jawab: Tiga, sehat semua Alhamdulillah. [Itu dulu, sekarang sudah empat orang]
Ayah: Sudah berapa lama kamu berusaha?
Jawab: empat tahun.
Ayah: Ada hutang?
Jawab: Tidak ada. Orang lain hutang pada saya banyak.
Ayah: Hasilnya, kamu sudah untung dengan modal sekecil itu. Gawek Doang!
Ternyata saya tidak pandai mengkalkulasi menggunakan kalkulator sosial. Selama ini kalkulator digitallah yang jadi panutan panatis. Dan itu jelas salah, karena menanamkan ketidak cintaan pada pekerjaan. Orang yang tiak cinta pada pekerjaan tidak akan dicintai oleh pekerjaannya itu, dan oleh uang dia pasti dijauhi. Oleh pelanggannya akan lebih jauh lagi. Karena wajahnya cemberut terus, terlalu ngeyel dan perekengan alias pelit.
Bekerja adalah ibadah, karenanya saya senang. Allah dan Rasulnya juga senang, saya dapat berkah, rumah tangga aman, anak-anak riang dan jujur. Recehan seribu rupiah sering tergeletak berbulan-bulan tidak mereka ambil diam-diam, juga gemar menabung.
Suatu hari saya berziarah kepada teman yang opname, biayayanya mahal. Kalau sya atau keluarga saya yang sakit, pasti saya tidak mampu membiayainya. Tapi Allah tidak memilih saya yang masuk opname, karena dia tahu saya tidak mampu. Kali lain saya dapat uang lumayan, ayah saya sakit. Saya mengerti, ini titipan untuk biaya beliau. Alhamdulillah juga.
Nyaris bersamaan, seorang keluarga miskin punya anak gagal ginjal, badan bengkak sampai kulit pecah, cairan tubuh menetas dari pecahan itu. Saya simpulkan bahwa itu bukan ujian untuk mereka saja, tapi untukmasyarakat termasuk saya. Saya baa dia opname dengan biaya menjadi tanggungan jawab saya. Basri nama anak itu, sembuh total dan dia telah mengenalkan saya dengan berbagai pihak, regional, nasional dan internasional. Lima tahun jalan seperti telah membabat hutan dan membangun jalan toll. Malah saya mulai takut dengan uang. Jangan-jangan dia akan 'memiliki saya'.
Kini saya harus benar-benar faham untuk apa memiliki uang? Dan harus tahu jalan menghindar agar jangan sampai 'hidup yang penting uang'. Hasilnya adalah memilih mata usaha yang tepat yang dapat memenuhi kriteria bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, bisa menjadi alat pengabdian kepada Keluarga, Masyarakat, Negara dan Agama. Pastilah statemen ini sangat kabur bagi anda.
Saya coba saja menebak kemungkinan pertanyaan yang akan muncul, lalu merumuskan jawabannya dengan singkat:
1. Bang Muamalat, Bang Syariah Mandiri, Bang NTB Syariah yang dulu menolak permohonan saya sekarang sudah datang dengan tawaran pinjaman dengan tawaran 1 Milyar sampai 25 Milyar. Dulu...bank2 tersebut beralasan: "kami belum melihat anda sudah berhasil". Yang saya jawab: "Jika saya sudah berhasil, maka mungkin saya akan membukan bank sendiri". Pertengahan tahun lalu Deutsche Bank menawarkan pinjaman dengan plafond 25 - 45 Milyar rupiah.
2. Jangan minta saya menjelaskan bagaimana caranya?, Saya tidak bisa karena yang saya bisa adalah bagaimana melakukannya langsung. Setiap waktu, tempat dan suasana memiliki momentum dan taufiq*nya sendiri. Pastilah tidak sama alasan keberhasilan kuliner bebek betutu di Bali dengan ayam Taliwang di Lombok. Bahkan keberhasilan "ratusan warung2 ayam taliwang" pasti berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3. Jika anda bertanya kepada teman kerja atau karyawan saya, Insya Allah anda akan mendapatkan jawaban siapa yang paling keras bekerja dan berfikir di antara mereka; Nah, apa rahasianya sehingga energi kerja bisa dipertahankan dan ditingkatkan? Wow saya juga mau nanyakan hal itu karena saya sering cemburu kepada anak-anak yang lebih muda kok lebih berhasil dari saya? Contohnya Pak Chairul Tanjung, si pemilik Bank Mega itu, yang saat saya menulis thread ini saya sudah mengkonfirmasi bahwa utusannya akan datang kerumah malam ini juga.
4. Dua hal yang ingin saya yakinkan kepada anda semua adalah: Semua jawara perekonomian pasti sama dalam kedua faktor itu: DICINTAI OLEH IBUNYA dan TIDAK PELIT.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada 3 April 2013
*Taufiq bermakna bertemunya niat, ikhtiar dan doa seseorang dengan kehendak Allah SWT
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dalam daftar koleksi perpustakaan, Tidak kurang 78 judul buku saya turun naikkan sampai akhirnya didigitalisasi untuk mempermudah membawanya kemana-mana. Begitulah jika seorang yang buta ekonomi hendak turun ke gelanggang yang sama sekali asing.
Maaf, saya selipkan pesan Kyai H. Imam Zarkasyi kepada saya dahulu di Gontor:
[1] Kejujuran adalah mata uang yang laku kapan dan di mana saja;
[2] Uang memang penting, tapi jangan hidup yang penting uang;
[3] Lima tahun adalah masa uji coba seorang pengusaha tekun atau tidak, jika sudah tekun selama itu dan tidak berhasil juga, tinggalkanlah dan cari usaha lain;
[4] Satu sen adalah bagian dari seribu, tiada seribu kalau hilang satu sen, tapi jangan kikir;
[5] Milikiah uang dan jangan kau dimiliki olehnya. Ada dua contoh hidup tentang bagaimana manusia tidak dimiliki oleh uangnya: Iyanla Vanzant dan Maulana Assyeikh Hamzanwadi, Tuan Guru Pancor. Orang pertama dapat anda baca kisah hidupnya di Oprah Winfrey dot kom, sedangkan yang kedua dapat disimak dari peristiwa diujung hayat beliau. Setiap selesai Jum'at Hamzanwadi membagikan milik pribadinya berbakul-bakul. Lalu ketika ditanyakan: Mengapa tidak diwariskan kepada anak cucu saja semuanya? Jawabnya singkat: Mereka Insya Allah akan bisa mencarinya sendiri.
Bismillah saya mulai tahun 1998, seperti biasa, semangat yang greng dan meledak-ledak menghadapai apa yang lumrah dihadapi oleh pemula: Selalu saja modal tidak kembali. Jangankan setengah, lebih sering malah berakhir dengan hutang. Saya laporkan kepada orang tua, jawabannya 'senyum manis'. Ucapannya: Gawek doang!
Tahun ke tiga dan ke empat adalah masa paling meng-galaw-ken. Bayangken, saya yang berusaha dengan bekal strategi ala Randy Gigg, setekun Bilgate [mungkin] tak lupa juga jurus-jurus TDW [Tung Desem Waringin] dan Mario Teguh, tapi tetap kalah bersaing melawan Inak Naah, si pengusaha beras yang nggak tamat Madrasah Ibtidaiyyah. Tahap ini penyakit aneh menerpa: Kesalahan ditumpahkan kepada pihak lain; Teman dan orang yang tidak jujurlah, Bank yang nggak mau ngasih kredit-lah, bencana alam-lah, sampai suasana mayarakat yang tidak kondusif.
Kerap kali kekesalan saya tumpahkan di atas sajadah malam, mungkin mirip dengan menuduh Allahlah yang tidak berpihak kepada saya. Rasanya saya mau batalkan urusan cari-cari duit ini. Lapor lagi kepada orang tua, beliau kasi bantuan. Mengkalkulasi:
Ayah: Kamu sudah keluar modal berapa?
Jawab : Rp. 150 juta. Kurang lebih. [ Tur he he he]
Ayah: Sudah punya rumah?
Jawab: Ada, dibelikan oleh teman-teman. Mobil dan HP juga begitu;
Ayah : Anakmu berapa?
Jawab: Tiga, sehat semua Alhamdulillah. [Itu dulu, sekarang sudah empat orang]
Ayah: Sudah berapa lama kamu berusaha?
Jawab: empat tahun.
Ayah: Ada hutang?
Jawab: Tidak ada. Orang lain hutang pada saya banyak.
Ayah: Hasilnya, kamu sudah untung dengan modal sekecil itu. Gawek Doang!
Ternyata saya tidak pandai mengkalkulasi menggunakan kalkulator sosial. Selama ini kalkulator digitallah yang jadi panutan panatis. Dan itu jelas salah, karena menanamkan ketidak cintaan pada pekerjaan. Orang yang tiak cinta pada pekerjaan tidak akan dicintai oleh pekerjaannya itu, dan oleh uang dia pasti dijauhi. Oleh pelanggannya akan lebih jauh lagi. Karena wajahnya cemberut terus, terlalu ngeyel dan perekengan alias pelit.
Bekerja adalah ibadah, karenanya saya senang. Allah dan Rasulnya juga senang, saya dapat berkah, rumah tangga aman, anak-anak riang dan jujur. Recehan seribu rupiah sering tergeletak berbulan-bulan tidak mereka ambil diam-diam, juga gemar menabung.
Suatu hari saya berziarah kepada teman yang opname, biayayanya mahal. Kalau sya atau keluarga saya yang sakit, pasti saya tidak mampu membiayainya. Tapi Allah tidak memilih saya yang masuk opname, karena dia tahu saya tidak mampu. Kali lain saya dapat uang lumayan, ayah saya sakit. Saya mengerti, ini titipan untuk biaya beliau. Alhamdulillah juga.
Nyaris bersamaan, seorang keluarga miskin punya anak gagal ginjal, badan bengkak sampai kulit pecah, cairan tubuh menetas dari pecahan itu. Saya simpulkan bahwa itu bukan ujian untuk mereka saja, tapi untukmasyarakat termasuk saya. Saya baa dia opname dengan biaya menjadi tanggungan jawab saya. Basri nama anak itu, sembuh total dan dia telah mengenalkan saya dengan berbagai pihak, regional, nasional dan internasional. Lima tahun jalan seperti telah membabat hutan dan membangun jalan toll. Malah saya mulai takut dengan uang. Jangan-jangan dia akan 'memiliki saya'.
Kini saya harus benar-benar faham untuk apa memiliki uang? Dan harus tahu jalan menghindar agar jangan sampai 'hidup yang penting uang'. Hasilnya adalah memilih mata usaha yang tepat yang dapat memenuhi kriteria bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, bisa menjadi alat pengabdian kepada Keluarga, Masyarakat, Negara dan Agama. Pastilah statemen ini sangat kabur bagi anda.
Saya coba saja menebak kemungkinan pertanyaan yang akan muncul, lalu merumuskan jawabannya dengan singkat:
1. Bang Muamalat, Bang Syariah Mandiri, Bang NTB Syariah yang dulu menolak permohonan saya sekarang sudah datang dengan tawaran pinjaman dengan tawaran 1 Milyar sampai 25 Milyar. Dulu...bank2 tersebut beralasan: "kami belum melihat anda sudah berhasil". Yang saya jawab: "Jika saya sudah berhasil, maka mungkin saya akan membukan bank sendiri". Pertengahan tahun lalu Deutsche Bank menawarkan pinjaman dengan plafond 25 - 45 Milyar rupiah.
2. Jangan minta saya menjelaskan bagaimana caranya?, Saya tidak bisa karena yang saya bisa adalah bagaimana melakukannya langsung. Setiap waktu, tempat dan suasana memiliki momentum dan taufiq*nya sendiri. Pastilah tidak sama alasan keberhasilan kuliner bebek betutu di Bali dengan ayam Taliwang di Lombok. Bahkan keberhasilan "ratusan warung2 ayam taliwang" pasti berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3. Jika anda bertanya kepada teman kerja atau karyawan saya, Insya Allah anda akan mendapatkan jawaban siapa yang paling keras bekerja dan berfikir di antara mereka; Nah, apa rahasianya sehingga energi kerja bisa dipertahankan dan ditingkatkan? Wow saya juga mau nanyakan hal itu karena saya sering cemburu kepada anak-anak yang lebih muda kok lebih berhasil dari saya? Contohnya Pak Chairul Tanjung, si pemilik Bank Mega itu, yang saat saya menulis thread ini saya sudah mengkonfirmasi bahwa utusannya akan datang kerumah malam ini juga.
4. Dua hal yang ingin saya yakinkan kepada anda semua adalah: Semua jawara perekonomian pasti sama dalam kedua faktor itu: DICINTAI OLEH IBUNYA dan TIDAK PELIT.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada 3 April 2013
*Taufiq bermakna bertemunya niat, ikhtiar dan doa seseorang dengan kehendak Allah SWT