POROX POROX MOMOT: 23 [ Antara Samurai dan Mujahid ]
Dari 7 buah buku berjudul sama: The Last Samurai, cuma Sejarawan dan
Novelis John Mann-lah yang mampu merekam dengan detail tarikan dan
hembusan nafas Saigo Takamuri bersama kelebatan Pedang Katana-nya yang
mengkilat, lentur dan tajam tak terperi sampai mapu membelah rambut.
Sayang, buku John Mann belum terbit di saat Edward Zwick [Sutradara]
dan John Logan memproduksi Film mereka "The Last Samurai" yang terpaksa
harus memasukkan Tom Cruise sebagai sosok sentral, hal mana menjadikan
film itu luput merekam percikan-percikan semangat asli Jepang [kamikaze]
para samurai serta aura cinta negri yang menjadi energi dahsyat yang
mendorong Saigo Takamori dan para tua-muda Jepang lainnya dalam
mempertahankan negerinya.
Dalam porox porox momot ini, saya tidak tertarik untuk menceritakan
Lembah Sakurajima. Tetapi lebih tertarik para kemampuan John Mann
menemukan soft-ware yang telah membentuk karakter Bangsa Jepang menjadi
tak tertaklukkan oleh dua gelobang dahsyat serangan Kubilai Khan yang
konon berkekuatan 4000 ribu kapal perang. Menemukan nilai-nilai
pembentuk itu, sangat mengagumkan, tak ubahnya seperti upaya menemukan
jarum emas dibalik tumpukan jerami.
Tidak beda dengan bangsa
lain, memang, peran guru bagi bangsa Jepang adalah Mutlak dan berada di
atas segala-galanya. Hal kedua adalah cinta ilmu. Ilmulah landasan
paling mendasar Bangsa Jepang menentukan pilihan geraknya. Konon John
Mann menemukan secarik kertas yang berisi tulisan puisi Saigo Takamori,
bunyinya: "Tidak ada kemikmatan hidup yang paling lezat selain membaca".
Faktor ketiga, dan inilah yang secara signifikan membentuk
jiwa para Samurai: "Jiwa Patriotisme". Membela martabat dan harga diri
bangsa pada diri setiap Samurai adalah sebuah harga mati. Di situlah
mereka menyemayamkan rasa bahagia. Ini mirip dengan Jihad Fii Sabilillah
pada ajaran Islam.
Mati sebagai pahlawan, adalah komoditas
yang paling diidamkan, berbanding terbalik dengan nilai pembentuk moral
Barat saat ini: " Merengkuh nomor terkecil pada senarai manusia paling
kaya dalam Majalah Forbes atau dapat mencengkram piala oskar ataupun top
twenty dalam Survey Gallup sebagai manusia paling berpengaruh.
Puncak kepiawaian philosofis paling mengagumkan dari para Samurai
adalah kemampuan melembagakan semangat bela negara dalam sekumpulan kode
etik yang mereka beri nama Bushido atau ’jalan ksatria’. Ia adalah
sebuah sistem etika atau aturan moral keksatriaan. Bushido ini
berintikan "INGAT MATI alias "Zikrul Maut" atau ingat mati sebagaimana
yang lazim dikalangan para ahli tarekat dan sufis. Mati harus dilihat
sebagai fakta tak terelakkan, maka yang penting untuk digapai adalah
BAGAIMANA MATI SECARA TERHORMAT.
Jika kita ingin menjadi bangsa
yang maju dan terhormat, sesungguhnya kita telah memiliki pre-parat2
soft-ware pembentuk jiwa patriotik. Kita hanya perlu melakukan mental
de-fragmentation, kemudian melakukan re-installation [bila diperlukan
re-starting] melalui lembaga pendidikan dan lembaga sosial dengan cara
yang benar dan sungguh-sungguh.
Membiarkan bangsa Indonesia
terus menerus menjalankan cara hidupnya seperti sekarang ini, tentulah
hanya akan melahirkan generasi baru yang cuma pandai berupaya:
BAGAIMANA MENCARI HIDUP SECARA NIKMAT. Bukankah memang demikian sajian
yang saban hari kita nikmati sekarang?
*** Saya dedikasikan juga kepada PGRI NTB yang saat ini sedang Musda