[BACA SEJARAH YOOK?!: 7] Dl GEDUNG AGUNG YOGYA, BUNG KARNO BlKIN KOLAM

Dl GEDUNG AGUNG YOGYA, BUNG KARNO BlKIN KOLAM

Bahwa Indonesia telah merdeka, tidak serta-merta diterima Belanda. Sejarah mencatat, Belanda kembali ke Ibu Pertiwi dengan membonceng tentara Sekutu. Dengan buas dan beringas pasca dipukul Jepang tahun 1943, mereka kembali seperti hendak menelan bulat-bulat Hindia Belanda (Indonesia) dan menjajahnya kembali.

Mereka tidak terima keadaan, bahwa sejatinya Hindia Belanda sudah menjadi sejarah. Hindia Belanda kini telah merdeka menjadi sebuah negara bernama Republik Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta tentu saja menjadi dua orang di urutan pertama yang harus diburu Belanda untuk dilenyapkan. Menyadari ancaman itu, Bung Karno dan keluarga, Hatta serta para pemimpin dan tokoh lain, hijrah ke Yogyakarta menggunakan kereta api luar biasa (KLB) pada 6 Januari 1946.

Disebut luar biasa karena proses berangkat dan keberadaan kereta api itu sendiri sangat dirahasiakan Presiden Sukarno, Ibu Negara Fatmawati dan anak pertama mereka, Muhammad Guntur Sukarno Putra yang masih bayi, naik secara sembunyi-sembunyi. Bukan naik dari stasiun, melainkan naik dari belakang rumahnya di Jl. Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi) . Kereta api yang diawaki oleh masinis pejuang, sengaja melambat dan berhenti di belakang rumah Bung Karno, dan pada saat itulah Bung Karno dan keluarga naik dengan cepat ke gerbong yang sudah disiapkan.

Di dalam kota, apalagi menjelang masuk stasiun, memang biasa rangkaian kereta api berhenti menanti semboyan atau aba-aba yang membolehkan mereka harus berhenti, boleh melaju, atau perintah lain yang datangnya dari kepala pemberangkatan rangkaian kereta api yang ada di tiap-tiap stasiun. Karenanya, berhentinya kereta api di suatu ruas rel tertentu, dan kebetulan di belakang rumah Bung Karno pun bukan sesuatu yang aneh Bukan hanya itu, gerbong tempat Bung Karno dan keluarga berada, sengaja tidak dipasang lampu, sehingga menjadi gelap. Waktu kereta berhenti, kumandang adzan maghrib sudah sementara waktu terdengar.

Itu artinya, jam pastilah sudah menunjuk pukul 18. 00 lebih Matahari sudah ke peraduan, sehingga menyisakan kegelapan. Dan dalam kegelapan suasana di luar, ditambah rangkaian gerbong yang gelap tanpa lampu, NICA tidak menaruh curiga apa pun. Bahkan sama sekali tidak menyangka, "buruan"utamanya ada di gerbong kereta api yang menuju Yogyakarta. Gerbong tanpa lampu pada masa itu, jamak-jamak saja Setelah semalam perjalanan, tibalah kereta api luar biasa itu di Stasiun Tugu, Yogya.

Dari stasiun, rombongan Presiden Sukarno diarahkan menempati bekas rumah Gubernur Belanda yang sekarang dikenal dengan nama Gedung Agung, di depan Benteng Vredeburg Lokasi itu berada di ujung jalan Malioboro, tak jauh dari Keraton Yogya. Bahkan, kehadiran Bung Karno dan keluarga, menjadi concern Sri Sultan Hamengku Buwono DC, Raja Yogya yang begitu besar wibawa dan pengaruhnya Bagaimana dengan Bung Hatta?la menempati gedung di samping Gedung Agung yang sekarang menjadi markas Korem 072/Pamungkas, atau seberang Pegadaian, tak jauh dari kantor polisi Ngupasan.

Dari sisi lokasi, tempat Bung Karno dan Bung Hatta hanya terpisah jalan Dari hitungan jarak, lokasi tempat tinggal dwitunggal itu hanya belasan meter saja Kota Yogyakarta kemudian menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia yang belum genap setahun berdiri. Pemerintahan dijalankan dengan penuh improvisasi. Dalam hal dukungan logistik, tak bisa dipungkiri, Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas nama rakyat dan pihak Kerajaan Yogyakarta, berperan banyak. Sri Sultan HB IX, juga dikenal sebagai penyokong proklamasi yang gigih. la mempertaruhkan banyak hal untuk berdiri tegak di belakang Sukarno-Hatta dan Republik Indonesia Kota Yogyakarta, pada awal tahun 1946, hanya berkisar 170. 000 jiwa, namun tak lama setelah Ibukota Negara pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, kota budaya ini pun tumbuh pesat. Dalam kurun beberapa minggu, jumlah penduduk Yogyakarta menjadi sekitar 600. 000 jiwa Salah satu pengandil penambahan penduduk yang begitu pesat adalah 38. Di Gedung Agung Yogya, . . perpindahan semua badan dan lembaga negara beserta para pejabat dan pegawainya.

Para menteri dan pejabat tinggi, rela tinggal menumpang di rumah-rumah penduduk Yang ini, kisah Bung Karno di Gedung Agung, atau biasa disebut Istana Yogyakarta. Kompleks Bangunan megah ini terdiri atas enam bangunan utama, yang sekarang kita kenal dengan nama-nama: Gedung Agung, Wisma Negara, Wisma Indraprasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretewu, dan Wisma Saptapratala. Adapun ruang utama, dinamakan Ruang Garuda, biasa digunakan untuk menyambut tamu negara.

Di bagian depan sisi kanan gedung utama terdapat Ruang Soedirman. Sejarahnya, dulu di tempat inilah Panglima Besar Soedirman berangkulan untuk pamit kepada Presiden Sukarno ketika hendak menjalankan aksi perang gerilya. Suatu upaya untuk menunjukkan eksistensi NEGARA REPUBLIK INDONESIA yang telah merdeka, dan tidak sudi dijajah kembali. Di bagian depan sebelah kiri, ada Ruang Diponegoro, pangeran yang pernah melakukan perlawanan gigih terhadap Belanda. Kini, kedua ruang itu digunakan sebagai ruang tunggu tamu .

Pada waktu persiapan menghadapi agresi Belanda yang pertama, di halaman Istana sering dipakai latihan baris-berbaris pasukan pengawal presiden. Sementara para pengawal berlatih baris-berbaris, Bung Karno biasanya berlari-lari pagi memutari para pengawalnya yang sedang berlatih baris-berbaris dan ilmu ketangkasan. Sementara, Ibu Fatmawati bermain bola keranjang bersama para pengawal sambil mengasuh Guntur Yang menarik, Bung Karno sebagai "tukang insinyur"tercatat sempat merancang sebuah kolam ikan di halaman samping ruang tempat Bung Karno biasa memberi kursus politik kepada para wanita, remaja putri, mahasiswi, dan pelajar putri. Ruang itu sampai sekarang masih ada, dan sering dijadikan tempat pertunjukan kesenian kalau ada tamu negara. Bahkan, kolam ikan dan taman karya Bung Karno pun masih utuh dan terawat hingga hari ini.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id