[Mengapresiasi Problem Aliran-Aliran Sesat di Indonesia]
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Tentang arti kata kritik, tentu anda sudah tahu, dan terlalu berlebihan kalau saya menjelaskannya di sini.
Kalau kerotok, itu adalah sejenis art equipment, peralatan dalam budaya Sasak Lombok berbentuk lonceng yang terbuat dari kayu. Jika kecil, ia digunakan sebagai pengganti genta untuk menandai keberadaan binatang piaraan seperti sapi, kerbau dan kadang2 juga kuda dan kambing. Tapi kalau bentuknya besar, sampai ada yang sebesar bedug dengan berat melebihi 80 kg, ini dipakaikan pada sapi yang sedang dipakai dalam arena karapan. Semakin besar krotoknya semakin besar pula bunyinya sehingga bisa mendengung sampai puluhan kilo meter sebagai pemanggil penonton yang jauh-jauh.
Keretek itu dibaca dengan "e" seperti dalam kata sumpek. Artinya menggigit sesuatu sedikit demi sedikit dan biasanya diasosiasikan dengan anjing, kucing atau tikus yang menggigit benda-benda yang keras.
Shahabat Rasulullah Sa'iid ibnu Aamir Al-Jumahi adalah seorang yang terkenal pemberani dan tanpa tedeng aling-aling. Ketika Umar bin Khattab telah bertugas sebagai khalifah, Sa'id bin Amir menunjuk mukanya sambil memberikan kritik pedasnya: "Wahai Umar jika engkau mengurus masalah manusia maka hendaklah engkau takut kepada Allah, tapi janganlah engkau takut kepada manusia jika engkau mengerjakan urusan Allah".
Umar bin Khattab kemudian menjawab Said dengan ucapan: "Wahai Said, siapakah gerangan yang akan mampu menunaikan kritikmu itu?" Sa'id membalas: "Kamu harus mampu wahai Umar karena itulah tugasmu".
Suatu hari pada hari Jum'at setelah sholat selesai, di Masjidunnabawy, Umar berdiri dan membuat pernyataan bahwa beliau menunjuk Sa'id bin Aamir sang pemberani untuk menjadi Gubernur di Hims. Hims adalah wilayah kekuasaan Islam yang terkenal sangat rumit karena setiap pergantian dinasti selalu dikuasai oleh penguasa-penguasa yang lalim sehingga prilaku masyarakatnya sangat penuh kecurigaan. Said dengan keras menolak, namun Umar menjawab: "Orang yang hanya bisa mengeritik namun menolak mengambil bagian dalam kerja, sesungguhnya tidak memiliki kepantasan untuk berkata-kata". Sa'id akhirnya menerima penunjukan itu.
Dua tahun setelah pemerintahan Said bin aamir sebagaii gubernur Hims, datanglah utusan masyarakat hims yang kecewa karena masih banyak anggota masyarakat yang miskin; juga ada perbuatan Gubernur said yang tidak disukai yaitu (1) tidak mau menemui masyarakat yang berkunjung malam hari, (2) Beliau mendatangi masjid hanya menjelang iqamah subuh, (3) Sekali dalam satu bulan, Said menghilang tanpa diketahui kemana perginya dan (4) kesehatannya tergannggu seperti ayan karena sering kali pingsan secara mendadak.
Karena merasa bertanggung jawab atas penunjukan Said bin Aamir, maka Umar memerintahkan agar utusan masyarakat Hims membuat daftar orang-orang miskin di Hims untuk selanjutnya akan diberikan bantuan keuangan oleh khalifah dari Madinah. Tetapi betapa terperanjatnya Umar bin Khattab karena ternyata di dalam daftar orang-orang miskin itu, nama Said tercantum pada deretan teratas. Dia benar-benar termasuk masyarakat Hims yang sangat miskin. Umarpun memutuskan untuk datang langsung mengunjungi Said, shahabat Rasulullah yang telah dia tunjuk menjadi Gubernur.
Pendek cerita, setelah berada di masjid Hims, Umar menanyai Said dihadapan rakyatnya tentang empat (4) hal yang dia lakukan dan tdak disukai oleh rakyatnya.
Inilah jawaban Said bin Aamir: "Wahai Umar, kalau saja saya tidak mengeritikmu dahulu tentu aku tidak mau menerima penugasan olehmu. Dan kalau saja tidak karena kesediaanku untuk patuh kepadamu tentu aku tidak ingin menjawab pertanyaanmu". Namun masyarakat yang berjubel di masjid tetap meminta Said menjawab pertanyaan Khalifah. Maka jawabnya adalah:
1. Sepenuh siang, aku menyerahkan seluruh waktuku untuk masyarakat; dan malam hari keperuntukkan untuk Tuhanku;
2. Aku tidak punya pembantu dan istriku sudah tua, maka akulah yang membuat roti dan menyiapkan seluruh keperluan rumah tanggaku, maka aku tidak bisa sesegera mungkin ke masjid di waktu subuh;
3. Sekali dalam sebulan, aku mengumpulkan seluruh pakaian kami sekeluarga, mengambil air ditempat yang jauh dan mencuci serta menjemurnya untuk dipakai satu bulan berukutnya; dan
4. Bagaimanapun aku menahan diri, namun aku selalu pingsan apabila mengingat
peristiwa ketika Kaum jahiliyyah Qurays menyiksa, merobek-robek, menusuk dengan pedang dan tombak keluarga Ammar bin Yasir sampai mereka terbunuh. Aku pingsan karena membayangkan bahwa saat itu aku adalah seorang pemuda kuat, kaya dan ditakuti namun aku tidak memberikan bantuan kepada keluarga Ammar, karena saat itu aku masih kafir.
Umar bin Khattab dan khalayak ramai sepakat untuk memaafkan Said atas kekurangannya itu dan tidak ingin menuntut lebih dari yang telah diberikannya.
Sesungguhnya keritik jika dilakukan dengan benar, oleh orang yang bertanggung jawab pastilah akan mendatangkan kebaikan. Dan para pendahulu kita yang mulia telah memberikan contoh bagaimana keritik memainkan perannya dalam pembangunan peradaban yang kehebatannya diakui oleh sejarah.
Di zaman sekarang ini, tentu saja kepentingan kita pada keritik akan lebih besar lagi dan yang tidak kalah pentingnya adalah keritik yang tidak kerotok, tidak diumbar seperti virus komputer atau iklan-iklan porno yang semakin disimak semakin meningkatkan nafsu ammarah sembari melupakan tujuan utama yaitu perbaikan pelaksanaan tugas sehingga manfaatlah yang di dapat bukan saling hujat menghujat.
Pedas dan halusnya keritik sama sekali tidak menjadi persoalan selama yang memberikan kritiknya didasarkan atas niat tulusnya dan pengetahuan yang mendalam pada perkara yang dikeritiknya. Sebab kalau cuma melontarkan kekurangan tanpa pengetahuan yang layak, dilakukan dengan cara-cara yang semakin menjauhkan kita dari idealisasi, maka hal itu lebih pantas dinamakan "keretek" dus tidak lain sekedar cara lain merusak kredibilitas saudara sendiri. Itulah yang dimaksud memakan daging saudara sendiri.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengapresiasi trend di FDMN akhir-akhir ini yang mengkritik teramat pedas pada kinerja MUI dan para alim ulama kita, terkait dengan antisipasinya pada masalah Ahmadiyyah, Syiah dan berbagai faham menggegerkan lainnya. Kata dan kalimatnya sangat tajam menusuk langsung ke ulu hati, seakan mereka (MUI dan para ulama itu) tidak melakukan upaya positif apapun untuk meresponsnya. Ini jelas membabi buta dan cenderung kerotok atau keretek sifatnya.
Para pengeritik sungguh abai secara ilmiyyah dan psikologis sehingga melihat masalah ini seperti masalah sim salabim, seperti membuat pecel kangkung; sret sret sret, ulik ulik ulik lalu maem nyam nyam nyam.
Sungguh problema-problema tersebut adalah masalah ideologis yang telah bersublimasi dengan berbagai urusan serta berentang ratusan tahun dimana tangan-tangan jahil tidak sekedar yang bisa diraba dengan indra. Kalaupun para pengeritik tidak menyertakan solusi, hal itu masih bisa dimaklumi, mungkin masih dikatagorikan berniat mulia dengan inisiatif menunjukkan suatu kekurangan, yang siapa tahu, ada pihak lain yang tahu solusinya. Tapi jika kritikannya dilakukan bagai pendekar mabok mengayunkan pedang tajam ke arah yang tidak jelas maka hal ini akan mebawa akibat permasalah akan menjadi semakin rusak dan para perusak justru telah mendapatkan energi baru untuk lebih membuat kerusakan yang lebih parah pada ummat ini.
Mendirikan lembaga pendidikan Islam adalah salah satu upaya untuk membendung ekspansi paham-paham sesat di tanah air kita. Secara strategis upaya inilah yang paling menjanjikan dan bisa berjalan dengan damai, namun lagi-lagi lembaga-lembaga pendidikan, yang kita semua tahu, dibangun di atas kebersahajaan dan kemiskinan juga diharu biru oleh kerotok-kerotok dan keretek-keretek. Bukannya dibantu atau paling tidak jangan dihinakan.
Demikianlah. Saya sudah menyampaikan apa yang saya fikir baik. Semoga dapat diterima dengan baik pula.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 19 November 2013.
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Tentang arti kata kritik, tentu anda sudah tahu, dan terlalu berlebihan kalau saya menjelaskannya di sini.
Kalau kerotok, itu adalah sejenis art equipment, peralatan dalam budaya Sasak Lombok berbentuk lonceng yang terbuat dari kayu. Jika kecil, ia digunakan sebagai pengganti genta untuk menandai keberadaan binatang piaraan seperti sapi, kerbau dan kadang2 juga kuda dan kambing. Tapi kalau bentuknya besar, sampai ada yang sebesar bedug dengan berat melebihi 80 kg, ini dipakaikan pada sapi yang sedang dipakai dalam arena karapan. Semakin besar krotoknya semakin besar pula bunyinya sehingga bisa mendengung sampai puluhan kilo meter sebagai pemanggil penonton yang jauh-jauh.
Keretek itu dibaca dengan "e" seperti dalam kata sumpek. Artinya menggigit sesuatu sedikit demi sedikit dan biasanya diasosiasikan dengan anjing, kucing atau tikus yang menggigit benda-benda yang keras.
Shahabat Rasulullah Sa'iid ibnu Aamir Al-Jumahi adalah seorang yang terkenal pemberani dan tanpa tedeng aling-aling. Ketika Umar bin Khattab telah bertugas sebagai khalifah, Sa'id bin Amir menunjuk mukanya sambil memberikan kritik pedasnya: "Wahai Umar jika engkau mengurus masalah manusia maka hendaklah engkau takut kepada Allah, tapi janganlah engkau takut kepada manusia jika engkau mengerjakan urusan Allah".
Umar bin Khattab kemudian menjawab Said dengan ucapan: "Wahai Said, siapakah gerangan yang akan mampu menunaikan kritikmu itu?" Sa'id membalas: "Kamu harus mampu wahai Umar karena itulah tugasmu".
Suatu hari pada hari Jum'at setelah sholat selesai, di Masjidunnabawy, Umar berdiri dan membuat pernyataan bahwa beliau menunjuk Sa'id bin Aamir sang pemberani untuk menjadi Gubernur di Hims. Hims adalah wilayah kekuasaan Islam yang terkenal sangat rumit karena setiap pergantian dinasti selalu dikuasai oleh penguasa-penguasa yang lalim sehingga prilaku masyarakatnya sangat penuh kecurigaan. Said dengan keras menolak, namun Umar menjawab: "Orang yang hanya bisa mengeritik namun menolak mengambil bagian dalam kerja, sesungguhnya tidak memiliki kepantasan untuk berkata-kata". Sa'id akhirnya menerima penunjukan itu.
Dua tahun setelah pemerintahan Said bin aamir sebagaii gubernur Hims, datanglah utusan masyarakat hims yang kecewa karena masih banyak anggota masyarakat yang miskin; juga ada perbuatan Gubernur said yang tidak disukai yaitu (1) tidak mau menemui masyarakat yang berkunjung malam hari, (2) Beliau mendatangi masjid hanya menjelang iqamah subuh, (3) Sekali dalam satu bulan, Said menghilang tanpa diketahui kemana perginya dan (4) kesehatannya tergannggu seperti ayan karena sering kali pingsan secara mendadak.
Karena merasa bertanggung jawab atas penunjukan Said bin Aamir, maka Umar memerintahkan agar utusan masyarakat Hims membuat daftar orang-orang miskin di Hims untuk selanjutnya akan diberikan bantuan keuangan oleh khalifah dari Madinah. Tetapi betapa terperanjatnya Umar bin Khattab karena ternyata di dalam daftar orang-orang miskin itu, nama Said tercantum pada deretan teratas. Dia benar-benar termasuk masyarakat Hims yang sangat miskin. Umarpun memutuskan untuk datang langsung mengunjungi Said, shahabat Rasulullah yang telah dia tunjuk menjadi Gubernur.
Pendek cerita, setelah berada di masjid Hims, Umar menanyai Said dihadapan rakyatnya tentang empat (4) hal yang dia lakukan dan tdak disukai oleh rakyatnya.
Inilah jawaban Said bin Aamir: "Wahai Umar, kalau saja saya tidak mengeritikmu dahulu tentu aku tidak mau menerima penugasan olehmu. Dan kalau saja tidak karena kesediaanku untuk patuh kepadamu tentu aku tidak ingin menjawab pertanyaanmu". Namun masyarakat yang berjubel di masjid tetap meminta Said menjawab pertanyaan Khalifah. Maka jawabnya adalah:
1. Sepenuh siang, aku menyerahkan seluruh waktuku untuk masyarakat; dan malam hari keperuntukkan untuk Tuhanku;
2. Aku tidak punya pembantu dan istriku sudah tua, maka akulah yang membuat roti dan menyiapkan seluruh keperluan rumah tanggaku, maka aku tidak bisa sesegera mungkin ke masjid di waktu subuh;
3. Sekali dalam sebulan, aku mengumpulkan seluruh pakaian kami sekeluarga, mengambil air ditempat yang jauh dan mencuci serta menjemurnya untuk dipakai satu bulan berukutnya; dan
4. Bagaimanapun aku menahan diri, namun aku selalu pingsan apabila mengingat
peristiwa ketika Kaum jahiliyyah Qurays menyiksa, merobek-robek, menusuk dengan pedang dan tombak keluarga Ammar bin Yasir sampai mereka terbunuh. Aku pingsan karena membayangkan bahwa saat itu aku adalah seorang pemuda kuat, kaya dan ditakuti namun aku tidak memberikan bantuan kepada keluarga Ammar, karena saat itu aku masih kafir.
Umar bin Khattab dan khalayak ramai sepakat untuk memaafkan Said atas kekurangannya itu dan tidak ingin menuntut lebih dari yang telah diberikannya.
Sesungguhnya keritik jika dilakukan dengan benar, oleh orang yang bertanggung jawab pastilah akan mendatangkan kebaikan. Dan para pendahulu kita yang mulia telah memberikan contoh bagaimana keritik memainkan perannya dalam pembangunan peradaban yang kehebatannya diakui oleh sejarah.
Di zaman sekarang ini, tentu saja kepentingan kita pada keritik akan lebih besar lagi dan yang tidak kalah pentingnya adalah keritik yang tidak kerotok, tidak diumbar seperti virus komputer atau iklan-iklan porno yang semakin disimak semakin meningkatkan nafsu ammarah sembari melupakan tujuan utama yaitu perbaikan pelaksanaan tugas sehingga manfaatlah yang di dapat bukan saling hujat menghujat.
Pedas dan halusnya keritik sama sekali tidak menjadi persoalan selama yang memberikan kritiknya didasarkan atas niat tulusnya dan pengetahuan yang mendalam pada perkara yang dikeritiknya. Sebab kalau cuma melontarkan kekurangan tanpa pengetahuan yang layak, dilakukan dengan cara-cara yang semakin menjauhkan kita dari idealisasi, maka hal itu lebih pantas dinamakan "keretek" dus tidak lain sekedar cara lain merusak kredibilitas saudara sendiri. Itulah yang dimaksud memakan daging saudara sendiri.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengapresiasi trend di FDMN akhir-akhir ini yang mengkritik teramat pedas pada kinerja MUI dan para alim ulama kita, terkait dengan antisipasinya pada masalah Ahmadiyyah, Syiah dan berbagai faham menggegerkan lainnya. Kata dan kalimatnya sangat tajam menusuk langsung ke ulu hati, seakan mereka (MUI dan para ulama itu) tidak melakukan upaya positif apapun untuk meresponsnya. Ini jelas membabi buta dan cenderung kerotok atau keretek sifatnya.
Para pengeritik sungguh abai secara ilmiyyah dan psikologis sehingga melihat masalah ini seperti masalah sim salabim, seperti membuat pecel kangkung; sret sret sret, ulik ulik ulik lalu maem nyam nyam nyam.
Sungguh problema-problema tersebut adalah masalah ideologis yang telah bersublimasi dengan berbagai urusan serta berentang ratusan tahun dimana tangan-tangan jahil tidak sekedar yang bisa diraba dengan indra. Kalaupun para pengeritik tidak menyertakan solusi, hal itu masih bisa dimaklumi, mungkin masih dikatagorikan berniat mulia dengan inisiatif menunjukkan suatu kekurangan, yang siapa tahu, ada pihak lain yang tahu solusinya. Tapi jika kritikannya dilakukan bagai pendekar mabok mengayunkan pedang tajam ke arah yang tidak jelas maka hal ini akan mebawa akibat permasalah akan menjadi semakin rusak dan para perusak justru telah mendapatkan energi baru untuk lebih membuat kerusakan yang lebih parah pada ummat ini.
Mendirikan lembaga pendidikan Islam adalah salah satu upaya untuk membendung ekspansi paham-paham sesat di tanah air kita. Secara strategis upaya inilah yang paling menjanjikan dan bisa berjalan dengan damai, namun lagi-lagi lembaga-lembaga pendidikan, yang kita semua tahu, dibangun di atas kebersahajaan dan kemiskinan juga diharu biru oleh kerotok-kerotok dan keretek-keretek. Bukannya dibantu atau paling tidak jangan dihinakan.
Demikianlah. Saya sudah menyampaikan apa yang saya fikir baik. Semoga dapat diterima dengan baik pula.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 19 November 2013.