Langkah Strategis membangun NTB: 30
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Mencari jarum dibalik tumpukan jerami tidaklah mudah bagi manusia modern yang cepat bosan. Menghadapi fakta dan realitas serta menenggelamkan diri dalam forum-forum wacana, ibarat pendulum yang mengayun antara dua kutub: (1) Mengentengkan yang rumit dan (2) memperumit yang sederhana. Terminal akhirnya adalah “seandainya”. Inilah kalimat palig rakus yang dapat menampung semua keputus asaan untuk mejadi alasan pembenar untuk mundur dari arena pertempuran.
Demikianlah illustrasi yang dapat saya lukiskan untuk menggambar suasana mencari kunci kemakmuran masyarakat yang salama ini kita rindukan. Kita merasa belum menemukannya, padahal kita sudah merasa berada diujung kepenatan zahir dan bathin. Berkarung-karung alasan berputus asa menumpuk, semakin kita buka, semakin kita dibuat yakin bahwa yang pantas untuk kita lakukan adalah “berhenti” dan lalu pasrah menunggu godot.
26 Desember 2004, bersamaan dengan tragedi Tsunami di Aceh, Pihak BMG membuat penguman resmi yang membuat kita bergidik: bahwa kelanjutan bencana itu akan merembet kearah timur, Lombok akan mendapat gilirannya setelah Yogjakarta dan Bali.
Ternyata Lombok tak mengalami apapun, gempa dan letusan gunung melompatinya. Itulah yang mendorong saya bertanya kepada jamaah, pada saat memberikan takziyah di Pekuburan Minying Lombok Tengah: “ mengapa Lombok dilompati?”.
Tidak ilmiyah dan tidak juga empiris, hanya sebuah spontanitas belaka, kebanyakan pengantar jenazah menjawab: “Karena masyarakat Lombok masih banyak yang rajin berdoa”.
Berdasarkan kaidah Mafhum mukhalafah, saya mengajak mereka berfikir: “Bagaimana jika kita tidak lagi rajin berdoa?”. Suasana semakin khusyuk dan cenderung semakin dramatic.
Kini saya ajak anda menuju lokus lain, fenomena dunia nyata yang lebih mudah dikerjakan dari pada merumuskannya. Ketika saya dikagetkan oleh ratusan atau tepatnya mungkin ribuan bangunan di Pulau Lombok ini yang semula dirancang menjadi pertokoan atau perumahan namun secara tak terduga harus dirubah menjadi rumah burung walet. Tentu saja itu adalah tindakan cerdik karena dengan modal bangunan itu saja kita tinggal memelihara dan panen duit banyak.
Ya semudah itulah yang namanya rizki dari sumber yang MIN HATSU LAA YAHTASIB =dari sumber yang tak tak diduga-duga. Sumber yang tak diduga tidak berarti terjadi tanpa sebab. Penjelasan tentang hal ini saya dapatkan dari seorang ahli budi daya walet asal jawa. Dia bilang: “Burung-burung walet di Lombok ini adalah burung migrasi dari pulau-pulau yang mengalami bencana alam berupa gunung meletus dan iklim lokal yang memanas.
Subhaanallah, hati saya berpekik… Maha Suci Allah, Doa-doa telah menolak bencana, pelestarian lingkungan menjadikan iklim menjadi kondusif, lalu siburung pembawa rizki itu menjatuhkan pilihannya pada sebuah pulau yang masyarakatnya rajin berdoa dan rajin menanam pohon.
Ternyata tidaklah serumit mistery Lord Maitreya bikinan para aktivis Postmo. Tidak juga sepatal para religious-melangkolic yang mengajak menunggu Imam Mahdi keluar dari perut ibunya. Mencari kunci kesejahteraan Cuma memerlukan ketekunan, ketabahan [bagus pula ada tambahan] kecerdikan. Maka apa yang dicari sebenarnya tidaklah mustahil untuk di ketemukan. Insya Allah.
FDMN ini kita buat sebagai tempat kita bertukar fikiran dan bertukar berita sehingga dengan bekal kekayaan cultural milik kita sendiri, masalah dapat kita diagnose dan sembuhkan dengan ikhtiar dan doa kita.
Saya ingin mengakhiri share ini dengan sebuah illustrasi yaitu tiga orang yang diminta untuk menemukan kembali sebuah jarum dibalik tumpukan jerami.
Orang pertama yang bermodalkan pragmatism dan tidak mau susah-payah pergi untuk tidak kembali; Orang kedua dengan segala kecermatan dan ketekunannya akhirnya menemukan jarum itu sekalipun dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Sedangkan orang ketiga, dengan hati-hati [agar tidak ada yang terlewatkan] menusuk-nusukkan sebuah tongkat pipih panjang bermagnet. Dalam waktu yang tidak lama dia berhasil menemukan jarum itu.
Kawan!
Jangan khawatir menjadi orang kedua karena Allah tetap berkenan menyediakan imbalanNYA. Tipologi orang ketiga tentulah jumlahnya tidak banyak namun bisakah FDMN ini menjadi sarana bagi mereka untuk menuangkan ide cerdas mereka sehingga pencarian ini bisa semakin singkat?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 12 Maret 2013
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Mencari jarum dibalik tumpukan jerami tidaklah mudah bagi manusia modern yang cepat bosan. Menghadapi fakta dan realitas serta menenggelamkan diri dalam forum-forum wacana, ibarat pendulum yang mengayun antara dua kutub: (1) Mengentengkan yang rumit dan (2) memperumit yang sederhana. Terminal akhirnya adalah “seandainya”. Inilah kalimat palig rakus yang dapat menampung semua keputus asaan untuk mejadi alasan pembenar untuk mundur dari arena pertempuran.
Demikianlah illustrasi yang dapat saya lukiskan untuk menggambar suasana mencari kunci kemakmuran masyarakat yang salama ini kita rindukan. Kita merasa belum menemukannya, padahal kita sudah merasa berada diujung kepenatan zahir dan bathin. Berkarung-karung alasan berputus asa menumpuk, semakin kita buka, semakin kita dibuat yakin bahwa yang pantas untuk kita lakukan adalah “berhenti” dan lalu pasrah menunggu godot.
26 Desember 2004, bersamaan dengan tragedi Tsunami di Aceh, Pihak BMG membuat penguman resmi yang membuat kita bergidik: bahwa kelanjutan bencana itu akan merembet kearah timur, Lombok akan mendapat gilirannya setelah Yogjakarta dan Bali.
Ternyata Lombok tak mengalami apapun, gempa dan letusan gunung melompatinya. Itulah yang mendorong saya bertanya kepada jamaah, pada saat memberikan takziyah di Pekuburan Minying Lombok Tengah: “ mengapa Lombok dilompati?”.
Tidak ilmiyah dan tidak juga empiris, hanya sebuah spontanitas belaka, kebanyakan pengantar jenazah menjawab: “Karena masyarakat Lombok masih banyak yang rajin berdoa”.
Berdasarkan kaidah Mafhum mukhalafah, saya mengajak mereka berfikir: “Bagaimana jika kita tidak lagi rajin berdoa?”. Suasana semakin khusyuk dan cenderung semakin dramatic.
Kini saya ajak anda menuju lokus lain, fenomena dunia nyata yang lebih mudah dikerjakan dari pada merumuskannya. Ketika saya dikagetkan oleh ratusan atau tepatnya mungkin ribuan bangunan di Pulau Lombok ini yang semula dirancang menjadi pertokoan atau perumahan namun secara tak terduga harus dirubah menjadi rumah burung walet. Tentu saja itu adalah tindakan cerdik karena dengan modal bangunan itu saja kita tinggal memelihara dan panen duit banyak.
Ya semudah itulah yang namanya rizki dari sumber yang MIN HATSU LAA YAHTASIB =dari sumber yang tak tak diduga-duga. Sumber yang tak diduga tidak berarti terjadi tanpa sebab. Penjelasan tentang hal ini saya dapatkan dari seorang ahli budi daya walet asal jawa. Dia bilang: “Burung-burung walet di Lombok ini adalah burung migrasi dari pulau-pulau yang mengalami bencana alam berupa gunung meletus dan iklim lokal yang memanas.
Subhaanallah, hati saya berpekik… Maha Suci Allah, Doa-doa telah menolak bencana, pelestarian lingkungan menjadikan iklim menjadi kondusif, lalu siburung pembawa rizki itu menjatuhkan pilihannya pada sebuah pulau yang masyarakatnya rajin berdoa dan rajin menanam pohon.
Ternyata tidaklah serumit mistery Lord Maitreya bikinan para aktivis Postmo. Tidak juga sepatal para religious-melangkolic yang mengajak menunggu Imam Mahdi keluar dari perut ibunya. Mencari kunci kesejahteraan Cuma memerlukan ketekunan, ketabahan [bagus pula ada tambahan] kecerdikan. Maka apa yang dicari sebenarnya tidaklah mustahil untuk di ketemukan. Insya Allah.
FDMN ini kita buat sebagai tempat kita bertukar fikiran dan bertukar berita sehingga dengan bekal kekayaan cultural milik kita sendiri, masalah dapat kita diagnose dan sembuhkan dengan ikhtiar dan doa kita.
Saya ingin mengakhiri share ini dengan sebuah illustrasi yaitu tiga orang yang diminta untuk menemukan kembali sebuah jarum dibalik tumpukan jerami.
Orang pertama yang bermodalkan pragmatism dan tidak mau susah-payah pergi untuk tidak kembali; Orang kedua dengan segala kecermatan dan ketekunannya akhirnya menemukan jarum itu sekalipun dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Sedangkan orang ketiga, dengan hati-hati [agar tidak ada yang terlewatkan] menusuk-nusukkan sebuah tongkat pipih panjang bermagnet. Dalam waktu yang tidak lama dia berhasil menemukan jarum itu.
Kawan!
Jangan khawatir menjadi orang kedua karena Allah tetap berkenan menyediakan imbalanNYA. Tipologi orang ketiga tentulah jumlahnya tidak banyak namun bisakah FDMN ini menjadi sarana bagi mereka untuk menuangkan ide cerdas mereka sehingga pencarian ini bisa semakin singkat?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 12 Maret 2013