Menjunjung Tinggi Integritas Bebalu (Janda)

Langkah Strategis Membangun NTB

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kembali saya ungkit perkataan mamik Cawit yang bilang begini: Diantara tanda-tanda orang kopang [khususnya lelaki] kalau bicara selalu terselip kata bebalu. Wooooiii narasi kalimat itu kok mirip terjemahan kitab suci ya? Tolong jangan keburu mencemo'oh statemen-guyon itu. Nanti diujung tulisan ini anda akan tahu kehebatannya.

Problem ini kembali saya langsir, terkandung maksud 'siapa tahu ada ide bernas untuk menyelesaikan problematika 'mbulet masyarakat NTB ini'.

Bukankah tiang negara itu wanitanya? Bukankah janda juga wanita? Tapi mengapa masalah ini tidak bisa menjadi masalah internal kaum hawa sehingga mereka bisa menjadi pioneer untuk menuntaskannya? Boro-boro mereka akan menjadi faktor solusi, sebaliknya justru karena kaum hawalah masalalah ini menjadi bertambah rumit. Sorry berat berat miss and misis.

Rasulullah bersabda, bahwa menikahi janda para syuhada akan memperoleh pahala setengah dari pahala para mujahidin [HR. Muslim]. Para ulama menafsirkan bahwa hal itu demi menjaga kemuliaan keluarga agar janda dan anak yatim mereka tetap mulia.

Jika hujjah / argumen demi menjaga kemuliaan yang bersangkutan serta keluarganya sebagai alasannya, maka seharusnya dimaknai bahwa menikahi janda-janda yang hampir bisa dipastikan akan mencemarkan dirinya, anak-anaknya dan masyarakat muslim tentulah akan mendapatkan pahala lebih besar dari itu. Wallahu aklam.

Kini sudah waktunya menyebut kemuliaan almarhum H. Iskandar, mantan bupati Lobar yang selalu ngobrol masalah janda alias bebalu. Dalam sebuah kesempatan yang agak serius saya tanyakan mengapa orang Kopang senang sekali membicarakan bebalu?

Saya tidak persis ingat kalimat demi kalimat jawaban H. Iskandar, tapi saya masih ingat kesimpulannya. Kata beliau bahwa orang2 Kopang tahu banyaknya jumlah janda yang harus mereka hadapi. Dan janda yang baik adalah janda yang menikah, untuk itu mereka memerlukan promosi. Untuk itu lelakilah yang pantas melakukannya. Itu lebih terhormat ketimbang membiarkan mereka menjajakan diri.

Orang Kopang [mungkin tempat lain juga], amat sangat biasa 'Midang' kepada janda kapan-kapan saja mereka mau [kecuali waktu yang melanggar adat]. Bahkan istri2 di sana tidak menjadikannya masalah kalau hanya sekedar midang kepada janda. Kebiasaan ini sebenarnya berfungsi sebagai hiburan bagi para janda. Kadang2 para lelaki pemidang janda ini membawa oleh-oleh. Mereka para janda dalam hal ini juga tidak menganggap terlalu serius. Jadi secara sosial kebiasaan ini tak lebih dari selemor angen. Tapi biar selemor, sangat perlu lho?

Akhirnya H. Iskandar menunjuk kepada istrinya-istrinya yang berjumlah tiga orang, dua orang diantaranya janda beranak banyak. Bahkan lebih ekstrim H. Iskandar sebagai bupati menyatakan akan memberikan ijin kepada PNS bawahannya yang hendak berpoligami, bila perlu memberikan bantuan dana untuk mereka. Last but not least dengan berani beliau bilang : Silahkan PNS poligami, saya yang tanggung jawab.

Saya akan akhiri sundulan ini dengan data-data perjandaan kita sebb:
Dari jumlah janda-duda terbanyak ada di Lombok Timur (62.522), Lombok Tengah (41.497), Lombok Barat (30.027), Bima (14.882), Kota Mataram (11.789) disusul Dompu (4.678). Nah itu data dari BKKBN tahun 2002. KLU dapat jatah berapa ya? saya tidak tahu.

Jika dahulu produksi janda dipasok dari segmen2 masyarakat ekonomi minor, maka saat ini masyarakat mampu dan establishpun juga memproduksi janda. Artinya kedepan ini jumlah janda akan terus membubung. Kesimpulannya NTB memang sudah memasuki era problem janda. Mungkin itu sebabnya Radio Belanda beberapa waktu lalu mereleas bahwa tidak keliru jika ada orang menjuluki Pulau Lombok sebagai Pulau Seribu Janda. Sarkasme itu bukan sekedar tidak tepat tapi seharusnya berbunyi Seratus Ribu Janda.

Malu kita....Sis/bro!. Mari kita diskusikan!!!

***saya mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan

Wassalamu'alaikum Wr. Wb