
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Biasanya saya begitu bersemangat kalau memirsa Ahok di TV lagi diwawancarai. Wajahnya yang ganteng, kulitnya yang putih mulus dan ledakan suara yang didorong oleh keberanian dan "rasa" benarnya membuatnya seperti meledak-ledak. Memukau.
Tadi malam, ketika wartawati Metro TV mewawancarainya terkait keinginannya membangun kembali lokalisasi pelacuran di DKI, kontan situasinya menjadi berbalik 180 derajat. Dia memang masih gagah berani tetapi sudah mulai tidak bener. Saya tahu bahwa wawancara itu didasari atas penolakan dia sebelumnya yang menyanggah bahwa Komplek Lokasari adalah lokalisasi pelacuran terselubung, saat itu dia berkata:
"Sekarang mana bukti lokalisasi? Nggak ada lokalisasi di sana. Kalau terselubung, tempat pijat juga banyak terselubung. Hotel-hotel juga banyak terselubung. Mau geser gimana, nggak ada buktinya," tegas dia.
Rupanya saat ini Ahok sudah tidak bisa berkelit akan kenyataan itu, maka daripada ribet-ribet mencari alasan, lebih baik diresmikan saja sekalian. Berarti di sudah mulai berbohong. Sayangnya dia masih gagah dan berani sehingga pemirsa cenderung masih "bisa tertipu".
Wartawati: "Apa alasan Bapak mau melokalisasi pelacuran, padahal Pemda lain seperti Wali Kota Surabaya justru berani menutup lokalisasi paling besar se Asia Tenggara 'DOLLY'?".
Ahok [kurang lebih]: " Pelacuran itu sejak zaman Nabi sudah ada dan tidak bisa dibasmi. Kita jangan munafiklah. Pelacuran menyebar kemana-kemana karena tidak dilokalisasi. Dengan dilokalisasi kita menjadi tahu dimana para pelacur itu berada sehingga kita bisa memantau mereka dan dengan mudah mengatur mereka dan dapat mencegah penyebaran aids dengan lebih mudah . . . .bla bla bla ". Itulah intinya.
Ahok yang selama ini selalu menjaga mulutnya untuk tidak menista Agama, sudah tertipu dengan kegagah beraniannya. Dia kira sifat itu bisa menutupi kejahilannya [jahil tidak sama dengan bodoh]. Nabi, tidak melegalkan pelacuran apalagi membiayai lokalisasinya, apalagi mengambil manfaat dari pajak-pajaknya. Secara hukum, polisi boleh menangkap orang [termasuk Ahok] yang mengatakan "ada pelacuran terselubung di tengah masyarakat", lalu memasukkannya ke dalam sel tahanan dengan tuduhan memfitnah. Dia tidak boleh dibebaskan sampai dia bisa menunjukkan buktinya.
Melokalisasi perbuatan haram untuk menghindari jatuh munafik kok malah justru menjerumuskan kepada kekafiran. Ini sebentuk logika yang menyedihkan.
Kerajaan Belanda, mantan penjajah kita itu adalah salah satu negara yang melegalkan Narkoba dan melokalisasinya. Pasti Ahok belajar dari sana, karena alasannya sama: (1) Tidak mungkin ditiadakan, (2) agar mudah memantau pemadatnya sehingga (3) memudahkan mengatur dan menyembuhkannya. Menyembuhkan pecandu narkoba dan pelacuran, semua orang tahu, bagai menegakkan benang basah. Omong-kosongnya yang pasti lebih banyak dari pada isinya.
Fakta yang paling meyakinkan terkait manfaat lokalisasi pelacuran adalah duitnya, selain tentu saja buit-nya*. Kita Masih ingat ketika mantan Gubernur DKI yang sama gagah dan beraninya dengan Ahok, Ali Sadikin yang dengan suara nyinyir menghardik Prof Hamka yang menolak lokalisasi pelacuran Bina Ria, Ancol dan Kramat Tunggak. Ali Sadikin berteriak sombong berkata: "Kalau Hamka tidak setuju lokalisasi pelacuran itu, maka jangan jalan diatas aspal-aspal Jakarta karena saya membangun jalan itu dengan pajak judi dan pelacuran". Inlander yang gagah berani namun mentalnya masih terjajah.
Sekarang, Belanda dan negara-negara Erofa yang berlogika 'tersesat' seperti itu harus kembali menelan pil beracun karena harus melegalkan Kawin sejenis, karena jumlah homo dan lesbi tidak lagi bisa ditutup tutupi. Dari pada munafik membiarkan kawin sesama jenis merebak dan terselubung, mendingan dilegalkan saja. Itulah jahiliyah. Dengan logika demikian itulah perjudian, minuman keras akhirnya juga dilegalkan dan dilokalisasi dengan HANYA SATU manfaat yang nyata: UANG.
Suatu hari, Al-Imam As-Syafi'i ditanya:
"Mengapa lima orang pelacur hukumannya berbeda?
Satu orang dibunuh, yang kedua dirajam, yang ketiga dicambuk, yang keempat hanya ajari dan dididik, sedangkan yang ke lima dibebaskan?
Jawabnya:
Yang pertama dibunuh karena dia menghalalkan yang haram, dia telah kafir, murtad;
Yang kedua dirajam karena telah berzina dan tahu haram padahal dia punya istri
Yang ketiga dia berzina, tahu haram, balig dan berakal tetapi belum punya istri
Yang ke empat berzina tetapi belum balig, dan
Yang ke lima karena dia orang gila.
Jadi, jika Ahok hendak melegalkan dan melokalisasi pelacuran dus juga perjudian selanjutnya akan menyusul perkawinan homo dan lesbi dan akan berketerusan dengan legalisasi dan lokalisasi narkoba ... hukuman kategori pertama cocok untuk dia. kalau masih mau menghindarinya maka dia boleh memilih kategori yang ke lima.
Seandainya, tulisan ini entah dengan cara bagaimana bisa sampai pada Ahok, maka saya masih menyisakan harapan karena saya dengar dengar Ahok itu orangnya terbuka dan mau belajar, begini: Pak Ahok yth. Sadarilah bahwa anda mewakili etnis China yang berjumlah lebih dari lima juta orang di Indonesia, jika anda bisa menunjukkan kebijakan yang tidak menyerempet perasaan mayoritas, maka stigma buruk yang selama ini memasung gerakan asimilasi suku dan ras di Pertiwi ini lama-lama akan berkurang. Tetapi jika anda berkeras dengan sikap Sok gagah dan berani itu, maka betapa anda telah akan memperdalam rasa curiga mayoritas terhadap minoritas, khususnya etnis China. Sadarilah dan berhati-hatilah sebab anda Wagub yang tidak biasa. Semoga bermanfaat. amiin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 8 Desember 2013
*BUIT = dalam Bahasa Sasak artinya pantat. [maaf]