AHOK MULAI MENYEDIHKAN!!

 


Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Biasanya saya begitu bersemangat kalau memirsa Ahok di TV lagi diwawancarai. Wajahnya yang ganteng, kulitnya yang putih mulus dan ledakan suara yang didorong oleh keberanian dan "rasa" benarnya membuatnya seperti meledak-ledak. Memukau.

Tadi malam, ketika wartawati Metro TV mewawancarainya terkait keinginannya membangun kembali lokalisasi pelacuran di DKI, kontan situasinya menjadi berbalik 180 derajat. Dia memang masih gagah berani tetapi sudah mulai tidak bener. Saya tahu bahwa wawancara itu didasari atas penolakan dia sebelumnya yang menyanggah bahwa Komplek Lokasari adalah lokalisasi pelacuran terselubung, saat itu dia berkata:

"Sekarang mana bukti lokalisasi? Nggak ada lokalisasi di sana. Kalau terselubung, tempat pijat juga banyak terselubung. Hotel-hotel juga banyak terselubung. Mau geser gimana, nggak ada buktinya," tegas dia.

Rupanya saat ini Ahok sudah tidak bisa berkelit akan kenyataan itu, maka daripada ribet-ribet mencari alasan, lebih baik diresmikan saja sekalian. Berarti di sudah mulai berbohong. Sayangnya dia masih gagah dan berani sehingga pemirsa cenderung masih "bisa tertipu".

Wartawati: "Apa alasan Bapak mau melokalisasi pelacuran, padahal Pemda lain seperti Wali Kota Surabaya justru berani menutup lokalisasi paling besar se Asia Tenggara 'DOLLY'?".

Ahok [kurang lebih]: " Pelacuran itu sejak zaman Nabi sudah ada dan tidak bisa dibasmi. Kita jangan munafiklah. Pelacuran menyebar kemana-kemana karena tidak dilokalisasi. Dengan dilokalisasi kita menjadi tahu dimana para pelacur itu berada sehingga kita bisa memantau mereka dan dengan mudah mengatur mereka dan dapat mencegah penyebaran aids dengan lebih mudah . . . .bla bla bla ". Itulah intinya.

Ahok yang selama ini selalu menjaga mulutnya untuk tidak menista Agama, sudah tertipu dengan kegagah beraniannya. Dia kira sifat itu bisa menutupi kejahilannya [jahil tidak sama dengan bodoh]. Nabi, tidak melegalkan pelacuran apalagi membiayai lokalisasinya, apalagi mengambil manfaat dari pajak-pajaknya. Secara hukum, polisi boleh menangkap orang [termasuk Ahok] yang mengatakan "ada pelacuran terselubung di tengah masyarakat", lalu memasukkannya ke dalam sel tahanan dengan tuduhan memfitnah. Dia tidak boleh dibebaskan sampai dia bisa menunjukkan buktinya.

Melokalisasi perbuatan haram untuk menghindari jatuh munafik kok malah justru menjerumuskan kepada kekafiran. Ini sebentuk logika yang menyedihkan.

Kerajaan Belanda, mantan penjajah kita itu adalah salah satu negara yang melegalkan Narkoba dan melokalisasinya. Pasti Ahok belajar dari sana, karena alasannya sama: (1) Tidak mungkin ditiadakan, (2) agar mudah memantau pemadatnya sehingga (3) memudahkan mengatur dan menyembuhkannya. Menyembuhkan pecandu narkoba dan pelacuran, semua orang tahu, bagai menegakkan benang basah. Omong-kosongnya yang pasti lebih banyak dari pada isinya.

Fakta yang paling meyakinkan terkait manfaat lokalisasi pelacuran adalah duitnya, selain tentu saja buit-nya*. Kita Masih ingat ketika mantan Gubernur DKI yang sama gagah dan beraninya dengan Ahok, Ali Sadikin yang dengan suara nyinyir menghardik Prof Hamka yang menolak lokalisasi pelacuran Bina Ria, Ancol dan Kramat Tunggak. Ali Sadikin berteriak sombong berkata: "Kalau Hamka tidak setuju lokalisasi pelacuran itu, maka jangan jalan diatas aspal-aspal Jakarta karena saya membangun jalan itu dengan pajak judi dan pelacuran". Inlander yang gagah berani namun mentalnya masih terjajah.

Sekarang, Belanda dan negara-negara Erofa yang berlogika 'tersesat' seperti itu harus kembali menelan pil beracun karena harus melegalkan Kawin sejenis, karena jumlah homo dan lesbi tidak lagi bisa ditutup tutupi. Dari pada munafik membiarkan kawin sesama jenis merebak dan terselubung, mendingan dilegalkan saja. Itulah jahiliyah. Dengan logika demikian itulah perjudian, minuman keras akhirnya juga dilegalkan dan dilokalisasi dengan HANYA SATU manfaat yang nyata: UANG.

Suatu hari, Al-Imam As-Syafi'i ditanya:

"Mengapa lima orang pelacur hukumannya berbeda?
Satu orang dibunuh, yang kedua dirajam, yang ketiga dicambuk, yang keempat hanya ajari dan dididik, sedangkan yang ke lima dibebaskan?

Jawabnya:
Yang pertama dibunuh karena dia menghalalkan yang haram, dia telah kafir, murtad;
Yang kedua dirajam karena telah berzina dan tahu haram padahal dia punya istri
Yang ketiga dia berzina, tahu haram, balig dan berakal tetapi belum punya istri
Yang ke empat berzina tetapi belum balig, dan
Yang ke lima karena dia orang gila.

Jadi, jika Ahok hendak melegalkan dan melokalisasi pelacuran dus juga perjudian selanjutnya akan menyusul perkawinan homo dan lesbi dan akan berketerusan dengan legalisasi dan lokalisasi narkoba ... hukuman kategori pertama cocok untuk dia. kalau masih mau menghindarinya maka dia boleh memilih kategori yang ke lima.

Seandainya, tulisan ini entah dengan cara bagaimana bisa sampai pada Ahok, maka saya masih menyisakan harapan karena saya dengar dengar Ahok itu orangnya terbuka dan mau belajar, begini: Pak Ahok yth. Sadarilah bahwa anda mewakili etnis China yang berjumlah lebih dari lima juta orang di Indonesia, jika anda bisa menunjukkan kebijakan yang tidak menyerempet perasaan mayoritas, maka stigma buruk yang selama ini memasung gerakan asimilasi suku dan ras di Pertiwi ini lama-lama akan berkurang. Tetapi jika anda berkeras dengan sikap Sok gagah dan berani itu, maka betapa anda telah akan memperdalam rasa curiga mayoritas terhadap minoritas, khususnya etnis China. Sadarilah dan berhati-hatilah sebab anda Wagub yang tidak biasa. Semoga bermanfaat. amiin

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Narmada, 8 Desember 2013

*BUIT = dalam Bahasa Sasak artinya pantat. [maaf]

PILPRES dan WORLD CUP 2014 TAK ADA AKAR ROTAN-PUN JADI

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebuah Sukses Story diperlukan Bangsa yang sedang terpuruk ini. Rakyat sudah bosan terpuruk, birokrasi sudah jenuh disumpah serapah. Berdiam diri seprti menunggu godot sudah tidak zamannya lagi. Modal SDA sudah tidak meragukan, tinggal bagaimana SDMnya.

Ada yang berpendapat rakyatlah yang belum siap untuk maju, sekalipun Hugo Chaves jadi presiden di sini, tetap saja akan begini. Ibarat lokomotif roll rois tapi gerbongnya keberatan. Tapi pendapat lain justru meyakini bahwa yang diperlukan adalah pemimpin dengan segudang kriteria, rakyat sudah siap siaga untuk ngacir, dengan kecepatan super-sonic sekalipun.

Persaingannya nyaris bagaikan mendaki puncak Everes di Tibet sana yang angker karena udara tipis dan jalannya licin berliku.

Apa boleh buat, karena ketatnya persaingan, maka kwalifikasi demi kwalifikasi pemimpin masa depan itupun terus menerus bertambah, mulai dari kemampuan menerbitkan auto / biografi agar terbukti secara empiris kelayakannya, kemudian sukses berekonomi atau 'sudah kaya dari sononya' agar kelak tidak dikhawatirkan memperkaya diri sendiri; Perlu juga ada nuansa kesalehan agar tidak bersinggungan dengan mayoritas atau bila perlu kafir sekalian supaya lebih mencuat kemampuan adaptatif dan kepluralismeannya; Biasa hidup sederhana juga perlu, maka tampil di TV dengan makan diwarteg adalah trik yang cukup ‘nendang’. Bahwa presiden memiliki koky dan ajudan pengecap makanan adalah urusan rahasia, masyarakat tidak banyak tahu itu.

Sedari pagi sekali, kandidat-kandidat muda potensial namun bermodal cekak didorong keujung labirin sehingga setiap saat gampang dijorokin. Ada pula yang dimasukkan kedalam sebuah system agar duduk, diam anteng dibalik ketiak boss. Bikin gerakan mencurigakan? . . .pluuuung …masuk kotak.

Satu demi satu calon kandidat yang sudah lama membangun image, mulai dari mimpi sampai geliat-geliat kecil, beguguran karena tidak mampu menggapai kriteria itu atau kehabisan nafas sebelum bertanding. Betul, bahwa mendaki puncak itu harus menyeret-nyeret kaki, menapak selangkah demi selangkah, tetapi untuk turun memerlukan energi berlipat ganda agar tidak disedot oleh grafitasi kedasar jurang yang mengerikan.

Kita masih mengenang bagaimana Allahu Yarhamuhu Presiden Gus Dur menebak dengan tepat kemenangan Italia atas Jerman Barat pada Piala Dunia 1982 di Barselona. Bahkan top skorernya sudah diramal "Roberto baggio". Lalu pada tahun 1999 Gus Dur malah terpilih menjadi Presiden. Entah apa korelasinya, pokoknya dipandang perlu seorang calon presiden menguasai urusan sepak bola. Sungguh kebetulan yang luar biasa kalau perhelatan Pilpres kita 2014 berdekatan dengan Piala Dunia Brazil. Sebelum Brazuka menggelinding di Maracana, di sini bola liar lebih dahulu dikick-off. Siapa tahu saat ini para kandidat, bakal calon sedang bersiap-siap menghafal peristilahan bola dan daftar nama pemain top dengan masing-masing keahliannya, cewek pasangannya komplit dengan barisan Toon Arminya.

Gelegar kampanye para bakal calon yang mempersonifikasi diri sebagai calon pemimpin kuat, jujur dan berani sudah tak menyisakan ruang rehat untuk sedikit mengaso dari hiruk pikuk iklan-iklan capres.

Sportifitas adalah prasyarat dalam sebuah kompetisi yang fair dan salah satu atlit yang sangat sportif adalah Ade Rai, seorang atlet bina raga dengan vitalitas tidak meragukan. Itu dulu. Tapi sekarang Ade cukup arif untuk memahami bahwa eranya sudah berlalu; Ade telah dengan damai beranjak menjadi kharisma yang Menyegankan. Chris John mencoba melawan usianya. Itu sebentuk penyakit George Formanian dan Oscar de La Hoyaiyan yang hanya mengingat satu kata "Dragon" tapi melupakan kata 'old'.

OK Christ ... semoga fakta bisa menjadi pelajaran berharga. Tak lupa terima kasih atas prestasi anda yang telah membanggakan kita semua.

LL2 [baca: double el kwadrat] alias lo lagi lo lagi, sebuah ungkapan kebosanan masyarakat sudah tidak pernah lagi menggema. Setiap zaman selalu ada bintangnya. Masalahnya adalah: Apakah kita melihatnya?

Jangan-jangan kita capek meributkan akar dan umbi sebagai pengganti padahal ada rotan yang tersedia cukup melimpah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

[BACA SEJARAH YOOK?1: 9] Bendera Setengah Tiang di Belanda

Bendera Setengah Tiang di Belanda

“ Negeri ini sepantasnya mengibarkan bendera setengah tiang. "

Sehari setelah penangkapan, seorang pengacara Belanda datang menemui Hatta di sel. Mr. Duys namanya. Menurutnya, penahanan Hatta ini telah mencoreng kewibawaan dan hukum Negeri Belanda. Dia dan Mr. Mobach bersedia membela secara gratis.

Alhamdulillah. Tapi, "Apa Tuan sudah tahu pasal aku ditahan?" Tanya Hatta.
Mr. Duys menyeringai, "Tentu. "

Dia turunkan kakinya yang di awal duduk disilangkan.
"Ada tiga tuduhan yang dijatuhkan pada Tuan: menjadi anggota perhimpunan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan penghasutan untuk menentang Kerajaan Belanda. "

Hatta cuma tersenyum mendengarnya. Dia memang sudah mempelajari. Tapi tanpa kopi pekat panas, malas rasanya mendengarkan segala fitnah itu. Tapi sudahlah. Bagaimanapun, orang ini hadir membawa harap. Mr. Duys adalah tamu. Tamu pertama dan mungkin akan menjadi satu-satunya tamu yang berani datang ke sel ini.

"Ada tiga rekan Tuan yang juga ditahan dengan tuduhan yang sama, Tuan Nazir Pamontjak, Tuan Ali Sastroamidjojo, dan Tuan Abdul Madjid Djojoadiningrat.

“Sebenarnya masih ada tiga orang lagi, " kata Mr. Duys, "tapi karena mereka sedang di luar negeri, otomatis tidak dapat ditahan. "

Mr. Duys melirik ke arah Hatta, "Tuan Achmad Soebardjo, Tuan Gatot Tarumihardjo, dan Tuan Arnold Manuhutu. " lnforman andal.

"Ya, mereka memang sedang di luar negeri untuk keperluan propaganda bagi kemerdekaan tanah air kami. " Hatta tertawa dalam hati. Mereka lebih beruntung. Harusnya aku mendengarkan nasihat mereka untuk tidak pulang dulu ke negeri ini lepas menghadiri Kongres Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kemerdekaan dua minggu lalu. Tapi semua telah terjadi.

"Kami yakin, Tuan-Tuan tidak bersalah. Karena itu, izinkan saya dan beberapa teman menjadi pembela Anda semua.

“Bisa dipercaya?” Sontak Hatta berpikir demikian. Reputasi bangsa kulit putih telah kesohor dengan ingkar janjinya. Mulai dari sejarah "Plakat Panjang" yang berkedok sahabat di bumi Minangkabau tapi ternyata melahirkan Perang Padri, hingga 'November Belofte yang sempat berembus saat usianya enam belas di tahun 1918.

Tapi Mr. Duys adalah kenalannya, walau belum terlalu akrab. Dia anggota parlemen Belanda dari Partai Sosial De-. mokrat Buruh (SDAP, Social Democratische Arbeiders Party).

Hatta mengenalnya semenjak aktif mengikuti beberapa kongres internasional, termasuk Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Brussel. Pasti Mr. Duys punya pertimbangan khusus dengan tawarannya ini. Dia menjabatku hangat tadi. Persoalannya, andai aku sendiri menyambut uluran tangan Mr. Duys, apa itu namanyal Cooperation? Kerja sama? Terjadi perang di batin Hatta.

Tidak! Demi Allah, aku akan tetap di jalur non-cooperation. Apa kata teman-teman pergerakan di Hindia-Belanda nanti. Sejarah buyut dan nenek moyang adalah sejarah yang berdarah-darah. Sejarah ini, sejarah luka. Lantas?

Lama juga dia bermain dengan pikirannya sendiri. Mr. Duys seperti merasakan kegundahan Hatta. Dia melempar senyum, dan spontan Hatta menemukan jawabnya. Senyum itu memberikan inspirasi. Itu pasti karena pertemanan dan kemanusiaan. Kemanusiaan tidak perlu diajarkan. Dia lahir karena simpati dan kesadaran: bahwa kebenaran harus selalu diperjuangkan. Dan pertemanan, selamanya harus dipandang secara positif.

Karena itu, "Baiklah. " Mr. Duys menyeringai senang, "Terima kasih saya ucap-
kan sebelumnya atas perkenan Tuan. "

"Sayalah yang harus mengucapkan demikian. Anda sudah bersedia menolong saya. "

Lagi-lagi Mr. Duys tersenyum. Tulus, terasa. Sebagai politikus dan pengacara andal, Mr. Duys sangat paham, pesakitan harus sering-sering disiram dengan senyum lebar untuk menyemangati hidupnya.

Sesaat sebelum Mr. Duys pamit, Hatta sempat melirik sipir penjara yang masih berdiri kaku di samping pintu sel. Dia berbisik pelan ke telinga Mr. Duys, "Kalau Tuan tidak keberatan, bisakah kiranya saya dikirimi beberapa buku mengenai hukum konstitusi dan ilmu politik?"

"Buku apakah itu?" tanya Mr. Duys hati-hati.

"Terutama buku-buku Kranenburg dan Krabbe, dan satu set lengkap majalah Indonesia Merdeka, jika mungkin, guna membantu menyusun pembelaanku?"

"Baik, akan kuusahakan, "ujar Mr. Duys sembari merangkul bahu Hatta. Dari balik jeruji, dilihatnya Mr. Duys melambai sambil tersenyum kecil. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut putih keperakan. Dia mirip actor di "Opera
Hirsch" yang biasa ditonton saban Jumat sore di kota ini, kata Hatta dalam hati.
Goede Morgen, Mr. Duys. Ya, itu adalah hari keduanya berada di sel penjara. Ruang kotak yang masih terlalu asing baginya.

Kesunyian yang aneh. Kenapa aku di sini? Hatta masih saja sibuk bertanya sendiri. Sekeliling mata memandang, hanya tembok kusam. Selebihnya sepotong kasur, meja tua, dan kursi yang pernah diduduki Mr. Duys.

Setangkup roti dan susu encer di pagi hari, serta Kutspot yang merupakan campuran kentang, sayuran, dan seiris daging di siang hari tidak banyak memberikan energi untuknya.

Ya, Tuhan, ke manakah orangorang Belanda ini menyembunyikan kopi hitam? Aku tak bertenaga. Angin dingin berembus dari celah jeruji. Desirnya terdengar bak alun saluang Bukittinggi nan jauh di mato Betapa kurindu [].

****
DARI BUKU:
Tafsir Memoar, Catatan, Surat-Surat, dan Kisah Hidup Bung Hatta
SERGIUS SUTANTO.
HATTA: AKU DATANG KARENA SEJARAH
Penyunting: AgusHadiyono
Proofreader: M. Eka Mustamar
Cetakan I, September 2013
Diterbitknn oleh Penerbit Qanita
PT Mizan Pustaka

[BACA SEJARAH YOOK?!: 8] Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia

Suatu malam di tahun 1961. Rahmi Hatta mendekat dengan wajah gusar. Dia menyerahkan surat pemberitahuan dari Kantor Telepon Bogor, kepada Pak Hatta.

"Pak Suli menyimpannya sejak dua hari yang lalu" katanya dan duduk di sebelah Hatta. Hatta melihatnya. Rasa aneh menjalari pikirannya.

"Ini sudah tidak benar,"ucapnya spontan karena terkejut, "lihat, jumlahnya. Beberapa kali lipat dari gaji pension yang saya terima".

Sebuah surat pemberitahuan tentang angsuran jaminan pemasangan telepon. Rahmi bergeming. Dia pun bingung.

"Mengapa jumlahnya bisa sebanyak itu?" tanya Rahmi pelan.
Hatta tidak menyahut. Hatinya terus mempertanyakan keanehan yang tertera pada selembar kertas di tangannya.
Berdua terdiam.

Belum lama mereka mengeluhkan harga-harga kebutuhan yang makin melambung. Tarif listrik, gas, dan kebutuhan mendasar lainnya. Para pembantu mengeluhkan hal yang sama. Begitu pula sopir, sekretaris, dan orang-orang yang mereka temui di berbagai tempat.

Ya sudah, terserahlah, "katanya pasrah. "Kalau telepon mau dicabut, cabut saja. Bagaimana mungkin uang jaminan telepon tidak sebanding dengan pendapatan rakyat?"

Hatta bangkit menuju kamar kerja. Galau yang sangat. Inikah sosialisme Indonesia? Dia seperti melihat awan tebal menggelayut di atas negeri ini sejak pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1960 dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara: Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.

Bukan bermaksud menyudutkan lemahnya kebijakan pemerintah, tapi lebih untuk menyandarkan sebuah kebenaran yang ada. Bahwa semua paham sosialisme di muka bumi ini punya kesamaam sama-sama menghendaki sebuah pergaulan hidup di mana tidak ada lagi penindasan dan pengisapan.

Sosialisme hanya dapat hidup di bawah arahan orang yang memang bersikap hidup sosialis. Orang tersebut harus meyakini paham sosialisme. Kalau tidak, akan terjadi kesenjangan antara teori dan praktiknya. Dalam pandangan Hatta, sosialisme di masa Demokrasi Terpimpin dilakukan tanpa pemahaman teori dan dilaksanakan tanpa perhitungan. Jalan menuju sosialisme seharusnya mengingat prioritas. Keperluan hidup yang penting, makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan harus menjadi prioritas utama.

Hatta teringat diskusinya, ketika remaja dulu, tentang Sosialisme Islam dengan H. Agus Salim. Jiwa Islam menolak kapitalisme yang mengisap dan menindas, yang menurunkan derajat manusia serta membawa sistem yang lebih jahat daripada perbudakan, bahkan melebihi feodalisme. Karena itulah paham ini bertolak jauh dari paham Marx.

Tidak pelak lagi, bicara sosialisme berarti mempersoalkan hajat hidup orang banyak, soal rakyat. Dan aku adalah bagian dari rakyat. Hatta kecewa.
Negeri yang dulu dia perjuangkan kemerdekaannya, kini bak wahana sirkus diktator lapar yang siap menindas kaum lemah. Ke mana perginya janji kemerdekaan dulu, jika kebijakan-kebijakan istana tidaklagi mengindahkan keadilan dan kewajaran di negerinya sendiri?

Saat radio di rumahnya rusak dan diperbaiki oleh petugas Ralin, Hatta ingat sekali harus membayar upah kerja Rp 75O, - ditambah pajak sepuluh persen sebesar Rp75, -. Bukan soal jumlah yang dikeluhkannya. Pajak itu adalah pajak atas buruh dan itu artinya "mengisap buruh". Lain halnya jika jumlah sepuluh persen tersebut merupakan tambahan upah bagi pekerja yang bersangkutan.

Jika seperti itu, negeri sosialis yang dikumandangkan pemerintah dan tokoh-tokoh Demokrasi Terpimpin tak ubahnya sebuah "sistem eksploitasi kapitalisme dengan jalan mengisap kelebihan nilai dari tenaga buruh". Mendung bergelayut.

Istana dan para pendukung konsepsi Soekarno menuduh Hatta telah menyalahgunakan emas Fonds Kemerdekaan di masa revolusi. Baginya, menanggapi segala tuduhan tanpa bukti yang kuat sama dengan menampar angin di udara. Sia-sia.

Sumanang selaku Ketua Fonds Kemerdekaan memberikan pernyataan bahwa Fonds tersebut turut hijrah ke Yogyakarta saat pemerintah pusat pindah ke kota itu pada permulaan 1946. Benda-benda itu telah didaftar, termasuk juga oleh Bank Negara. Sebagian dipakai untuk pembelian Gedung Proklamasi di Pegangsaan Timur 56, membantu perang gerilya dan subversi terhadap Belanda di Jogja. Ada pula yang disita Belanda setelah Agresi Militer kedua.

Jelas bahwa tuduhan kalangan sayap kiri itu tidak berdasar. Fitnah belaka. Inikah Kepribadian Indonesia? Hal ini pula yang Hatta pertanyakan iewat surat kepada Menteri Luar Negeri Subandrio, di awal Juni 1962. Saat itu, Departemen Luar Negeri menahan paspor dan menghalangi Hatta menghadiri Conference on Economic Cooperation and Partnership, sebuah kerja sama ekonomi negeri-negeri non-komunis yang disponsori oleh Theodor Kornerstiftung Fonds.

Hatta sangat kecewa dengan perlakuan itu. Yang lebih mengesalkan adalah datangnya surat ucapan terima kasih dari panitia konferensi kepada Subandrio yang telah memungkinkan dirinya hadir dalam pertemuan di Wina tersebut.

"Permainan" yang dilakukan orangorang dalam pemerintahan, demikian Hatta menilai kejadian ini. Hatta melangkah ke lantai dua, perpustakaannya. Dari banyak hal, bukulah penghiburan bagi dirinya. Melihat buku-buku yang dulu dibeli saat inflasi di Hamburg, Jerman, dia teringat satu kisah. Kisah sepotong jas, di tahun 1922.

Usia Hatta baru dua puluh tahun. Itulah tahun kedua dia terpisah ribuan mil dari kampung halaman. Kala itu, dia tengah liburan ke Hamburg usai ujian sekolah dan tinggal di sebuah penginapan murah milik Nyonya Jachnik.

Satu hari seorang penjahit, yang juga menetap di situ, menjumpainya.
"Tuanlah orang Indonesia yang pernah tinggal di rumah ini, yang belum pernah memesan pakaian padaku, " katanya sambil memperhatikan Hatta. Hatta hanya bisa tersenyum ramah.

"Dahulu, Tuan Mukiman dan Tuan Kusumaatmaja tinggal di sini dan memesan pakaian padaku. Cobalah Tuan pesan, dua atau setidaknya satu pasang" Katanya lagi dengan lirih, " Pesanan Tuan akan menolong usahaku"

Hatta tidak sampai hati. Tapi dia juga sadar, dirinya tidak memiliki uang berlebih. Sebagai mahasiswa, dia harus berhemat.

"Maaf Tuan, aku tak punya cukup uang untuk memesan pakaian, "jawabnya jujur, "Pakaian yang sekarang kukenakan saja, pakaian lama yang kuperbaiki di negeriku. "

"Aku mengerti, " kata si penjahit. Tapi tetap saja dia memaksa. "Tidak perlu Tuan bayar sekarang. Tuan bisa membayarnya nanti saat Tuan kembali ke negeri Belanda"

Hatta agak heran dengan penjahit ini.
"Aku percaya orang Indonesia, bangsa Tuan, adalah orang yang jujur. Ini sudah dibuktikan oleh Tuan Mukiman dan Tuan Kusumaatmaja. "
"Bagaimana?"

Hatta melihat jas yang dikenakannya. Memang sudah agak lusuh. Tak apalah, aku memesannya satu dari penjahit ini, pikirnya. Dipilihnya warna biru tua dengan kesepakatan harga dalam kurs Jerman, R. M. 37. 000, -atau sama dengan f 33, -nilai gulden.

Beberapa bulan berselang ketika dia kembali ke Belanda, Hatta teringat harus membayar penjahit tersebut. Kala itu, kurs Jerman merosot tajam seiring inflasi besar-besaran yang melanda. Satu gulden kira-kira seharga dengan R. M. 5. 000, -. Artinya harga jas tersebut merosot ke kisaran f 8, -. Namun Hatta tetap menukarkan f 20, -yang menjadi R. M. 100. 000, -dan dikirimkan semua kepada si penjahit.

Seminggu kemudian, dia menerima surat dari si penjahit yang isinya memuji dirinya dan menyanjung kebaikan serta kemurahhatian bangsa Indonesia.

Kisah itu sudah lampau berlalu. Sebelum orang-orang berkoar tentang perlunya kepribadian bagi Indonesia, Hatta telah mengukir cerita keluhuran pribadi sebuah bangsa, yang dirasakan oleh warga bangsa lain.

***
DARI BUKU: KARYA SERGIUS SUTANTO
"HATTA: AKU DATANG KARENA SEJARAH"
{Belilah Buku Asli}
Cetakan I, September 2013
Diterbitknn oleh Penerbit Qanita, PT Mizan Pustaka
Jin. Cinambo No. 135 (Ctearanten Wetan), Ujungberung, Bandung
e-mailiqanita@mizan. com
milis: qanita@yahoogroups. com

[BACA SEJARAH YOOK?!: 7] Dl GEDUNG AGUNG YOGYA, BUNG KARNO BlKIN KOLAM

Dl GEDUNG AGUNG YOGYA, BUNG KARNO BlKIN KOLAM

Bahwa Indonesia telah merdeka, tidak serta-merta diterima Belanda. Sejarah mencatat, Belanda kembali ke Ibu Pertiwi dengan membonceng tentara Sekutu. Dengan buas dan beringas pasca dipukul Jepang tahun 1943, mereka kembali seperti hendak menelan bulat-bulat Hindia Belanda (Indonesia) dan menjajahnya kembali.

Mereka tidak terima keadaan, bahwa sejatinya Hindia Belanda sudah menjadi sejarah. Hindia Belanda kini telah merdeka menjadi sebuah negara bernama Republik Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta tentu saja menjadi dua orang di urutan pertama yang harus diburu Belanda untuk dilenyapkan. Menyadari ancaman itu, Bung Karno dan keluarga, Hatta serta para pemimpin dan tokoh lain, hijrah ke Yogyakarta menggunakan kereta api luar biasa (KLB) pada 6 Januari 1946.

Disebut luar biasa karena proses berangkat dan keberadaan kereta api itu sendiri sangat dirahasiakan Presiden Sukarno, Ibu Negara Fatmawati dan anak pertama mereka, Muhammad Guntur Sukarno Putra yang masih bayi, naik secara sembunyi-sembunyi. Bukan naik dari stasiun, melainkan naik dari belakang rumahnya di Jl. Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi) . Kereta api yang diawaki oleh masinis pejuang, sengaja melambat dan berhenti di belakang rumah Bung Karno, dan pada saat itulah Bung Karno dan keluarga naik dengan cepat ke gerbong yang sudah disiapkan.

Di dalam kota, apalagi menjelang masuk stasiun, memang biasa rangkaian kereta api berhenti menanti semboyan atau aba-aba yang membolehkan mereka harus berhenti, boleh melaju, atau perintah lain yang datangnya dari kepala pemberangkatan rangkaian kereta api yang ada di tiap-tiap stasiun. Karenanya, berhentinya kereta api di suatu ruas rel tertentu, dan kebetulan di belakang rumah Bung Karno pun bukan sesuatu yang aneh Bukan hanya itu, gerbong tempat Bung Karno dan keluarga berada, sengaja tidak dipasang lampu, sehingga menjadi gelap. Waktu kereta berhenti, kumandang adzan maghrib sudah sementara waktu terdengar.

Itu artinya, jam pastilah sudah menunjuk pukul 18. 00 lebih Matahari sudah ke peraduan, sehingga menyisakan kegelapan. Dan dalam kegelapan suasana di luar, ditambah rangkaian gerbong yang gelap tanpa lampu, NICA tidak menaruh curiga apa pun. Bahkan sama sekali tidak menyangka, "buruan"utamanya ada di gerbong kereta api yang menuju Yogyakarta. Gerbong tanpa lampu pada masa itu, jamak-jamak saja Setelah semalam perjalanan, tibalah kereta api luar biasa itu di Stasiun Tugu, Yogya.

Dari stasiun, rombongan Presiden Sukarno diarahkan menempati bekas rumah Gubernur Belanda yang sekarang dikenal dengan nama Gedung Agung, di depan Benteng Vredeburg Lokasi itu berada di ujung jalan Malioboro, tak jauh dari Keraton Yogya. Bahkan, kehadiran Bung Karno dan keluarga, menjadi concern Sri Sultan Hamengku Buwono DC, Raja Yogya yang begitu besar wibawa dan pengaruhnya Bagaimana dengan Bung Hatta?la menempati gedung di samping Gedung Agung yang sekarang menjadi markas Korem 072/Pamungkas, atau seberang Pegadaian, tak jauh dari kantor polisi Ngupasan.

Dari sisi lokasi, tempat Bung Karno dan Bung Hatta hanya terpisah jalan Dari hitungan jarak, lokasi tempat tinggal dwitunggal itu hanya belasan meter saja Kota Yogyakarta kemudian menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia yang belum genap setahun berdiri. Pemerintahan dijalankan dengan penuh improvisasi. Dalam hal dukungan logistik, tak bisa dipungkiri, Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas nama rakyat dan pihak Kerajaan Yogyakarta, berperan banyak. Sri Sultan HB IX, juga dikenal sebagai penyokong proklamasi yang gigih. la mempertaruhkan banyak hal untuk berdiri tegak di belakang Sukarno-Hatta dan Republik Indonesia Kota Yogyakarta, pada awal tahun 1946, hanya berkisar 170. 000 jiwa, namun tak lama setelah Ibukota Negara pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, kota budaya ini pun tumbuh pesat. Dalam kurun beberapa minggu, jumlah penduduk Yogyakarta menjadi sekitar 600. 000 jiwa Salah satu pengandil penambahan penduduk yang begitu pesat adalah 38. Di Gedung Agung Yogya, . . perpindahan semua badan dan lembaga negara beserta para pejabat dan pegawainya.

Para menteri dan pejabat tinggi, rela tinggal menumpang di rumah-rumah penduduk Yang ini, kisah Bung Karno di Gedung Agung, atau biasa disebut Istana Yogyakarta. Kompleks Bangunan megah ini terdiri atas enam bangunan utama, yang sekarang kita kenal dengan nama-nama: Gedung Agung, Wisma Negara, Wisma Indraprasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretewu, dan Wisma Saptapratala. Adapun ruang utama, dinamakan Ruang Garuda, biasa digunakan untuk menyambut tamu negara.

Di bagian depan sisi kanan gedung utama terdapat Ruang Soedirman. Sejarahnya, dulu di tempat inilah Panglima Besar Soedirman berangkulan untuk pamit kepada Presiden Sukarno ketika hendak menjalankan aksi perang gerilya. Suatu upaya untuk menunjukkan eksistensi NEGARA REPUBLIK INDONESIA yang telah merdeka, dan tidak sudi dijajah kembali. Di bagian depan sebelah kiri, ada Ruang Diponegoro, pangeran yang pernah melakukan perlawanan gigih terhadap Belanda. Kini, kedua ruang itu digunakan sebagai ruang tunggu tamu .

Pada waktu persiapan menghadapi agresi Belanda yang pertama, di halaman Istana sering dipakai latihan baris-berbaris pasukan pengawal presiden. Sementara para pengawal berlatih baris-berbaris, Bung Karno biasanya berlari-lari pagi memutari para pengawalnya yang sedang berlatih baris-berbaris dan ilmu ketangkasan. Sementara, Ibu Fatmawati bermain bola keranjang bersama para pengawal sambil mengasuh Guntur Yang menarik, Bung Karno sebagai "tukang insinyur"tercatat sempat merancang sebuah kolam ikan di halaman samping ruang tempat Bung Karno biasa memberi kursus politik kepada para wanita, remaja putri, mahasiswi, dan pelajar putri. Ruang itu sampai sekarang masih ada, dan sering dijadikan tempat pertunjukan kesenian kalau ada tamu negara. Bahkan, kolam ikan dan taman karya Bung Karno pun masih utuh dan terawat hingga hari ini.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?!: 6] Tentang "Indonesia Menggugat"

Tentang "Indonesia Menggugat"

Pembelaan Bung Karno yang diberinya judul "INDONESIA MENGGUGAT"adalah salah satu masterpiece pemikiran Bung Karno. Butir-butir pemikiran yang ia tuang dalam teks pembelaan itu, benar-benar merupakan hasil kontemplasi seorang pemikir muda, dalam ruang tahanan Belanda selama delapan bulan Persidangan yang bersejarah itu sendiri berlangsung 18 Agustus 1930, bertempat di Jl. Landraad Bandung.

Tuduhan kepada Bung Karno cukup serius, yakni tuduhan memiliki maksud hendak menjatuhkan pemerintah Hindia Belanda dan mengganggu keamanan negeri dengan berkomplot untuk membuat pemberontakan. Tuduhan lainnya yakni mencoba membinasakan pemerintah Hindia Belanda dengan jalan tidak sah (artikel 110 buku hukum pidana) membuat pemberontakan (artikel 163 bis buku hukum pidana) dengan sengaja menyiarkan kabar dusta untuk mengganggu ketertiban umum (artikel 171 undang-undang hukum pidana) . Intinya, Sukarno dituduh sebagai pemberontak. Ia kemudian dijerat dengan pasal-pasal karet haatzai artikelen Selain itu, Sukarno, bersama tiga rekannya: Gatot Mangkupraja, Masjkun, dan Supriadinata dituduh memakai organisasi yang dipimpin untuk menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda.

Adapun organisasi yang dimaksud adalah Perserikatan Nasional Indonesia, yang didirikan paca tanggal 27 Juli 1927. Organisasi itulah yang kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Partai Nasional Indonesia (PNI) Persidangan berlangsung panjang, sejak bulaji Agustus hingga Desember 1930.

Dalam keseluruhan rangkaian persidangan, pihak Hindia Belanda menampilkan saksi utama untuk penuntut umum, Komisaris Polisi Albreghs. Tetapi kesemua keterangan, sama sekali gagal mengarahkan kepada kesimpulan adanya subversi komunis Upaya penuntut umum untuk menunjukkan adanya hubungan langsung antara PNI dan Perhimpunan Indonesia di Belanda, yang mengarahkan adanya subversi komunis, tak pernah berhasil dibuktikan di persidangan. Sebaliknya, Sukarno berhasil membuktikan independensi PNI Dalam proses persidangan, Bung Karno, dan kawan-kawan didampingi pengacara Suyudi S. H. , Ketua PNI Cabang Jawa Tengah, tuan rumah saat Sukarno ditangkap, Mr. Sartono, seorang rekan dari Algemeene Studieclub yang tinggal di Jakarta dan menjadi Wakil Ketua yang mengurus soal keuangan partai, Mr. Sastromulyono yang tinggal di Bandung. Ketiganya melakukan tugasnya tanpa dibayar, bahkan rela mengongkosi seluruh pengeluaran.

Sekalipun begitu, Sukarno merasa perlu menyiapkan pembelaannya sendiri. Nah, kumpulan pembelaan itulah yang kemudian dirangkum dalam buku INDONESIA MENGGUGAT. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. Sampai sekarang, INDONESIA MENGGUGAT menjadi dokumen sejarah politik Indonesia Pembelaan itu begitu fenomenal. Bukan saja menjadi topic bahasan akademik di Belanda, tetapi juga menjadi kajian serius di sejumlah negara Eropa lainnya. Sebagai pembelaan politik seorang tahanan politik sebuah negara jajahan, "Indonesia Menggugat"laksana mercusuar yang memberi isyarat jelas bagi peradaban dunia Tentu bukan kebetulan.

Sekalipun naskah pembelaan itu disiapkan dengan sangat memprihatinkan, menggunakan alas tempat buang air di selnya yang sempit, tetapi justru menghasilkan sebuah pemikiran brilian. Ini bukan semata karena tingkat kecerdasan seorang Sukarno yang memang di atas rata-rata, tetapi Sukarno sendiri menyiapkan pembelaan itu dengan sangat matang "Indonesia Menggugat"ditulis dengan tangan Sukarno setiap malam hingga larut malam, selama tak kurang dari 45 hari. Yang mengalir melalui otak dan tangannya, adalah hasil kajian mendalam dari sedikitnya 80 buku dan pidato tokoh terkemuka dari Barat yang ditulis dalam bahasa Inggris, Prancis, maupun Jerman.

Tak hanya itu, sebanyak 10 pemikiran tokoh dari Timur juga dijadikan rujukan pembelaan politik tersebut Hingga hari ini, teks pembelaan "Indonesia Menggugat"menjadi dokumen penting berkelas dunia, sebagai bagian dari sejarah penentangan kolonialisme dan imperialisme. Sukarno menggambarkan secara terperinci penderitaan rakyat sebagai penghisapan tiga setengah abad oleh penjajahan Belanda.

Tesis tentang kolonialisme itu, kemudian diterbitkan dalam selusin bahasa di beberapa negara Berikut adalah sekelumit pembelaan Sukarno di Jalan Landraad, yang ia ucapkan dengan suara menggelegar, meledak-ledak, menunjukkan besarnya nyali "musuh nomor satu" Belanda . . . "Pergerakan tentu lahir. Toh . . . . Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak;diberi pegangan atau tidak diberi pegangan;diberi penguat atau tidak diberi penguat, —tiap-tiap machluk, tiap-tiap ummat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti achirnja berbangkit, pasti achirnja bangun, pasti achirnja menggerakkan tenaganja, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan tjelakanja diri teraniaja oleh suatu daja angkara murka! Djangan lagi manusia, djangan lagi bangsa, —walau tjatjing pun tentu bergerak berkeluget-keluget kalau merasakan sakit!"

Selagi Bung Karno membacakan naskah "Indonesia Menggugat", suasana hening. Tidak satu pun yang hadir bersuara. Padahal, suasana persidangan sangat gegap-gempita. Ruang sidang penuh manusia Halaman gedung pengadilan penuh manusia. Toh, saat Bung Karno bersuara, semua diam, suasana senyap. Tiada gemerisik suara. Selain gelegar suara Bung Karno, yang terdengar hanya suara putaran lembut dari kipas-angin di atas kepala yang terdengar merintih.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?!: 5] "RAPAT GELAP" Bung Karno - Tan Malaka

"RAPAT GELAP" Bung Karno - Tan Malaka

Hingga hari ini, namaTan Malaka tetap menyimpan misteri Tidak satu pun catatan sej arah yang menafikan peran Tan Malaka dalam perjuangan mewujudkan Indonesia merdeka. Bahkan sejarah juga mengungkap, Tan Malaka-lah tokoh progresif revolusioner pertama yang mencatatkan gagasan Indonesia Merdeka pada tahun 1925, melalui tulisan berjudul Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) . Itu artinya, gagasan dia mendahului ide merdeka yang ditulis Mohammad Hatta, dalam artikel berjudl Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928) . Bahkan, jauh mendahului ide "merdeka"Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka pada tahun 1933.

Yang menarik, sejumlah kalangan menganggap, Tan Malaka sebagai Che Guevara-nya Indonesia. Dia pula yang berperan besar menggerakkan massa pada rapat akbar di lapangan Ikada pasca proklamasi kemerdekaan, tepatnya 19 September 1945.

Sekalipun, tokoh-tokoh pemuda revolusioner "Menteng 31" seperti Chaerul Saleh, BM Diah, Sukarni, Sjarif Thajeb, Wikana, dan Iain-lain. Sejak itu, garis pro kemerdekaan dan pro status quo jadi tampak nyata. Gerakan menentang Jepang pun marak di mana-mana. Api revolusi, euphoria kemerdekaan menyeruak di setiap dada pemuda Indonesia.

Dari satu catatan sejarah, tertoreh catatan adanya "rapat gelap" empat mata antara Bung Karno dan Tan Malaka, awal September 1945, di malam takbiran, menjelang Idul Fitri pertama pasca kemerdekaan. Saksi penutur adalah Dr. R. Soeharto, yang tak lain adalah dokter pribadi Bung Karno. Kebetulan, rumah Soeharto di Jl. Kramat Raya 128 Jakarta Pusat itu pula yang dijadikan ajang pertemuan dua tokoh kemerdekaan kita. Wanti-wanti Bung Karno kepada Soeharto adalah, selama pertemuan berlangsung, semua lampu harus dimatikan. Benar-benar rapat gelap dalam arti harfiah. Intinya, pertemuan itu sangat dirahasiakan. Anehnya, Soeharto sendiri tidak tahu, siapa "lawan rapat gelap" Bung Karno. Sebab ketika datang diantar Sayuti Melik, si tokoh itu memperkenalkan diri sebagai Abdulrajak dari Kalimantan. Setahun kemudian, 1946, Soeharto baru tahu bahwa Abdulrajak adalah Tan Malaka. Dan rapat malam itu ternyata membahas sesuatu yang sangat penting dalam catatan sejarah pergerakan. Sebab, pertemuan keduanya membahas tentang siapa yang akan memegang pimpinan nasional, seandainya Bung Karno dan Bung Hatta secara fisik tidak dapat melajutkannya karena dibunuh atau ditawan pihak Jepang, Belanda, atau Sekutu.

Dalam kegelapan malam, Tan Malaka usul kepada Bung Karno, agar dirinyalah yang ditunjuk sebagai pewaris tunggal. Bung Karno dalam beberapa kesempatan, secara terbuka memuji Tan Malaka sebagai tokoh yang mahir dalam pergerakan revolusi serta melakukan pergerakan-pergerakan dan penggalangan massa. Sekalipun begitu, ia tidak serta-merta menyetujui usul Tan Malaka.

Sekalipun begitu, Bung Karno juga sadar, bahwa "pewaris revolusi" harus disiapkan, guna melanggengkan proklamasi 17 Agustus 1945, guna melanggengkan gerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, guna tegaknya sang saka merah putih berkibar di bumi Indonesia Kesimpulan rapat di kegelapan malam itu adalah, Bung Karno akan membuat testamen berisikan penunjukan siapa yang akan meneruskan pimpinan nasional, jika terjadi hal-hal seperti dikhawatirkan di atas Itu artinya, Sukarno menyadari dan menyetujui gagasan Tan Malaka ihwal pewaris revolusi, jika terjadi Bung Karno-Bung Hatta dibinasakan Belanda.

Mengingat pertemuan itu tidak tuntas, maka diputuskanlah pertemuan kedua. Pertemuan kedua dilangsungkan di rumah Mr. Subardjo, yang memang sudah dikenal baik olehTan Malaka. Dalam kesempatan itu, Bung Karno tidak datang sendiri, melainkan mengajak serta Wakil Presiden Bung Hatta. Setidaknya kita bisa menangkap pesan yang jelas, bahwa "pewaris jalannya revolusi jika sewaktu-waktu dwitunggal terbunuh, memang diperlukan demi kelangsungan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945.

Akhirnya, dalam rapat kedua itu diputuskan dan disepakati empat nama penerus tampuk pimpinan nasional, jika Bung Karno-Bung Hatta terbunuh, ditawan, atau tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai presiden dan wakil presiden. Adapun keempat nama itu adalah: Tan Malaka, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, Sjahrir, dan Mr Wongsonegoro.

Masuknya nama Sjahrir dan Wongsonegoro atas usul Hatta, alasannya Sjahrir punya pengaruh di kalangan terpelajar, di samping memang bersahabat dekat dengan Hatta. Sedangkan Wongsonegoro dikenal kalangan pangreh praja atau dikenal luas di kalangan birokrasi.

Nama Iwa Kusumasumantri atas usul Mr. Subardjo, karena tokoh Pasundan ini memang dikenal berpengaruh luas di kalangan buruh dan suku Sunda Di kemudian hari, Bung Hatta mengakui ihwal hubungan personalnya dengan Tan Malaka yang disebutnya sebagai "tidak baik". Karenanya, atas statemen Tan Malaka yang mengatakan bahwa ia tidak bersahabat dengan Hatta, memang dibenarkan oleh Hatta. Bisa jadi, karena itu pula, Bung Karno dan Bung Hatta tidaklah mungkin menyerahkan kekuasaan pimpinan nasional kepada Tan Malaka seorang diri.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?!: 4] Pemilu yang Menghancurkan

Pemilu yang Menghancurkan

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, Republik Indonesia mengalami pasang surut di bidang politik. Sistem ketatanegaraan menjadi perdebatan tiada akhir.

Harus diakui, bahwa pengaruh Barat dan Timur sangat besar. Sekelompok elite politik menghendaki negara menggunakan ideologi demokrasi liberal. Sebagian lainnya menginginkan komunisme sebagai ideologi negara. Tidak sedikit pula yang menghendaki asas Islam Pancasila sebagai dasar negara benar-benar diuji. Bung Karno teguh pendirian, sekalipun banyak elite politik menyeretnya ke kanan dan ke kiri. Begitulah perjalanan Republik hingga Pemilihan Umum Indonesia 1955 digelar, sebagai pemilihan umum pertama di Indonesia.

Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis untuk ukuran demokrasi liberal Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif;menyusul kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) pimpinan Kartosuwiryo. Ekstrem kanan yang bergerak di wilayah Pasundan ini, termasuk kelompok radikal yang tidak puas dengan ideologi Negara selain Islam. Termasuk, kelompok yang menentang hidupnya paham kiri di bumi Indonesia. Kartosuwiryo sendiri terbilang teman baik Bung Karno. Keduanya sama-sama pernah belajar dan berguru pada H.O.S Cokroaminoto di Surabaya Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.

Ya, mereka berhak menyalurkan suaranya bagi partai politik pilihan. Bagi anggota militer atau kepolisian yang bertugas di daerah rawan, digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemungutan suara dilangsungkan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan calon anggota DPR Perorangan(individu). Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante.

Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955, Lima partai politik besar peraih suara dalam Pemilu 1955 ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap Benar-benar panas suhu politik ketika itu.

Bung Karno sendiri menilai demokrasi yang menganut sistem 51 persen mengalahkan 49 persen sebagai demokrasi yang tidak pas buat sebuah bangsa yang baru 10 tahun merdeka. Bahkan Bung Karno berkomentar atas Pemilu 1955 sebagai berikut, "Ini adalah jalan paling baik bagi suatu bangsa yang masih bayi untuk menghancurkan dirinya sendiri. "

Sekalipun begitu, Bung Karno tetap mengedepankan asas demokrasi, dan tidak menggunakan kekuasaan absolutnya untuk memaksakan sebuah ideologi maupun platform politik tertentu Sekalipun dalam banyak kesempatan, Bung Karno terang-terangan mengemukakan, ihwal landasan konstitusi Undang Undang Dasar 1945 sebagai sesuatu yang seharusnya dijadikan pegangan. Sementara, waktu itu negara masih memakai Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Hakikat demokrasi Indonesia adalah musyawarah dan mufakat, Itulah cara kerja, modus operandi dari suku-suku bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun-temurun. Selama beribu-ribu tahun. Itu pula yang sekarang bisa kita petik sebagai pelajaran, ihwal jatuh-bangunnya kabinet karena justru kita mengingkari UUD 1945 dan Pancasila ***

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?!: 3] CURI MOBIL UNTUK BUNG KARNO

CURI MOBIL UNTUK BUNG KARNO

Kisah menarik yang tercecer pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia padahari Jumat Legi, 17Agustus 1945 adaiah ihwal mobil kepresidenan yang pertama.

Jadi bukan main-main, ini adaiah tentang sejarah mobil pertama yang dipakai Sukarno, Sang Presiden, Pemimpin Besar Revolusi, dan PanglimaTertinggiAngkatanPerangRepublikIndonesia.

Pascaproklamasi dikumandangkan, problem muncul manakala Sukarno yang sudah menyandang predikat "PRESIDEN" Itu ternyata tidak punya mobil. Nagabonar tentu akan memekik, "Apa kata dunia!"

Parapengikutnya lantas beranggapan dan ini wajarsaja bahwa seorang Presiden harus mempunyai mobil dinas. Seorang presiden, harus naik mobil kemanapun beranjangsana. Dan. . . mobil presiden, harus bagus.

Syahdan, Sekretaris Pribadi Bung Karno yang bernama Sudiro, sontak teringat kepada sebuah mobil Limousine merek Buick besar yang begitu cantik, bahkan menurut dia, itulah mobil tercantik di Jakarta, sepanjang yang pernah ia lihat. Penglihatannya diyakini tidak keliru. Maklumlah, jumlah mobil bagus di Jakarta tahun 1945, tidak banyak. Dan, mobil Buick yang diincar itu, muat tujuh orang. Bahkan, mobil itu sudah dilengkapi aksesori berupa kain jendela dibagian kaca belakangnya.
Namun apa daya, mobil itu kepunyaan seorang Jepang yang menjabat Kepala Jawatan Kereta Api pada Departemen Perhubungan Darat.

Memang, sejak Jepang mendepak Belanda dari Indonesia tahun 1943, mereka langsung menguasai semua lini, baik dibirokrasi maupun di badan usaha negara. Para pejabat maupun pimpinan badan usaha negara, disebut "pembesar". Dan, seorang "pembesar" senantiasa dilengkapi rumah dinas yang besar dan bagus, berlokasi dipusat kota, serta mobil bagus terparkir digarasi.

Ah. . . peduli amat, ini kan suasana revolusi, begitu piker Sudiro ketika membayangkan "pembesar" Jepang pemilik mobil yang diincarnya. Seketika, ia, diiringi sejumlah pengikut setia Bung Karno lainnya, bergerak mendatangi rumah pemilik mobil Buick warna hitam yang cantik itu. Sampai di depan rumah yang dituju, didapatinya sang mobil idaman terparkir anggun digarasi, dengan sopir pribadi tengah berleha-leha tak jauh dari mobil yang dikemudikannya.

Kebetulan, Sudiro yang juga dikenal sebagai pengikut setia Bung Karno itu, mengenal baik sopir mobil Buick milik pembesar Jepang itu. Maka setelah memekik salam, "Merdeka!", Sudiro melontarkan maksudnya, "Heh. . . saya minta kunci mobilmu." Tentu saja sang pengemudi gelagapan kebingungan. Ia benar-benar belum segera paham tentang apa yang sedang terjadi. Dibilang perampokan, tetapi ia mengenal orang yang meminta kunci. . . dibilang pencurian, tetapi kuncinya diminta baik-baik. . . dibilang penodongan, tetapi tak ada bedil dan pisau yang terhunus ketubuhnya.

Kepalanya penuh tanda tanya, "Kenapa? Kenapa? Kenapa kawanan pejuang ini minta kunci mobil?" Demi melihat raut wajah kebingungan dan penuh tanya si sopir, Sudiro segera menimpali, "Karena saya bermaksud hendak mencuri mobil juraganmu, buat PRESIDEN-mu!" Si sopir yang patriotis itu meringis. Pikirannya mulai terbuka. Termasuk, paham pula tentang maksud temannya memin tamobil itu, untuk dijadikan mobil pribadi presiden Indonesia yang baru tadi pagi merdeka. Mobil buat presiden? Iapun segera tanggap, bahwa yang dimaksud tentu mobil itu dibutuhkan sebagai mobilPresiden Sukarno.

Setelah lengkap nalar di otak, si sopir segera bergegas menyerahkan kunci itu dengan sukacita. Sudiro lantas menerimakunci mobil, dan langsung menyuruh sisopir pulang kekampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah sana. Sopir itu menurut. Tanpa pamit majikan, ia segera ngeloyor pergi. Selain demi keamanan dirinya, paling tidak ia sudah membawa pulang cerita ihwal andilnya membantu "pencurian" mobil pertama untuk Presiden Sukarno.

Kisah tidak berakhir di situ, karena ternyata Sudiro tidak bisa mengemudikan mobil . . . . Alhasil, "pencurian" mobil ditunda sejenak untuk alasan mencari pejuang lain yang bisa membawa mobil. Setelah berhasil mengeluarkan mobil dari garasi pejabat Jepang, Sudiro menyimpannya dirumah. Sejauh itu, masih belum terkonfirmasi, di mana pembesar Jepang berada. Apakah sedang istirahat, atau sebenarnya mengetahui peristiwa itu, tetapi memilih diam dan menjauhi beperkara dengan para lascar pejuang yang tak kenal takut itu.

Setelah situasia man, barulah Sudiro menyerahkan mobilitu kepada Bung Karno. Dan segera setelah penyerahan, mobil itu pun ditasbihkan menjadi mobilp residen yang pertama. Dalam kisah selanjutnya, mobil kepresidenan itu bahkan ikut diboyong hijrah ke Yogyakarta, ketika Bung Karno mengungsi kesana, menyusul mendaratnya Sekutu yang ingin merampas kemerdekaan kita, dan hendak memulihkan kekuasaan Hindia Belanda.

Begitulah sekelumit kisah unik mobil kepresidenan Bung Karno tahun 1945. Mobil itu memiliki nilai historis. Dalam beberapa kesempatan, hingga tahun 2000-an, Buick Eight "Rep-1" itu masih acap digunakan dalam berbagai peristiwa memperingati hari-hari bersejarah republic ini.
Kemudian, sebuah situs otomotif, diketahui pernah pula memuat spesifikasi mobil limousine Buick yang bersejarah itu. Mobil itu disebut sebagai Buick Eight, buatan General Motors, Amerika Serikat. Mobil ini hanya diproduksi sebanyak 1.451 unit pada tahun 1939. Dan memiliki kapasitas sebesar 5248 cc dengan mesin empat langkah yang memiliki 8 silinder dan 2 katup disetiap silindernya. Pada zamannya, spesifikasi tersebut jelas bukan spesifikasi sederhana, melainkan sebuah spesifikasi mobil mewah.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?!: 2] CICAK DAN SIUL PERKUTUT DI PENJARA BANCEUY

CICAK DAN SIUL PERKUTUT DI PENJARA BANCEUY

Masuk-keluar penjara bagi Sukarno adalah konsekuensi perjuangan. Penjara Banceuy adalah satu kisah tersendiri dalam perjalanan hidup pahlawan proklamator kita.

Aktivitas politiknya bersama wadah PNI telah menyeretnya ke jerat hukum, hukum Hindia Belanda tentunya! la dituding atau tepatnya diskenariokan sebagai provokator yang sedia melakukan pemberontakan. Bahkan lebih parah dari itu, ia dituding hendak menggulingkan pemerintahan Sri Ratu di Hindia Belanda. Pendek kata: Makar!

Dalih itu pulayang dijadikan pembenar bagi Belanda untuk menyergap, menggerebek, dan membekuk Sukarno dan kawan-kawan seperjuangan. Ia sama sekali tidak menyangka, tanggal 29 Desember 1929 adalah hari nahas baginya. Tanggal ia diringkus polisi untuk kemudian dijebloskan ke Penjara Banceuy.

Penangkapan atas diri Sukarno, sebenarnya hanya soal momentum. Sebab, kabar tentang rencana pemerintah Hindia Belanda akan membekuk aktivitas politik Sukarno, justru sudah santer terdengardi Belandasana. Kabar itupun, bahkan sudah hinggap di telinga Bung Karno, melalui kabar mulut kemulut yang membentang sepanjang Belanda, Hindia Belanda.

Tak sedikitpun menggoreskan rasa resah dan takut. Sukarno terus saja melakukan gerakan-gerakan prokemerdekaan. Seperti menjelang hari nahas itu, ia tengah Sel nomor 5 tempat Bung Karno berada di perbatasan Yogya-Solo, dipenjara.

untuk suatu rapat pergerakan. Rapat itu begitu khidmat, terlebih karena beberapa harise selumnya, empat orang pejuang kemerdekaan baru saja dihukum gantung di Ciamis, JawaBarat.

Salah seorang terpidana mati, bahkan sempat menyelundupkan sepucuk surat buat Bung Karno. Bunyi surat itu, "Bung Karno, besok saya akan menjalani hukum gantung. Saya meninggalkan dunia yang fana ini dengan hati gembira, menuju tiang-gantungan dengan keyakinan dan kekuatan batin, oleh karena saya tahu bahwa Bung Karno akan melanjutkan peperangan ini, yang juga merupakan peperangan kami. Teruslah berjuang, Bung Karno, putarkan jalannya sejarah untuk semua kami yang sudah mendahului sebelum perjuangan ini selesai. "

Rapat politik berlangsung hingga di ujung malam. Konsolidasi pergerakan makin matang. Bung Karno pada rapat itu untuk pertama kalinya melontarkan isu "Perang Pasifik". Ya, isu "Perang Pasifik" yang kesohor, yang baru terjadi tahun 1945. Tentang isu ini, cukup menarik dan patut menjadi sebuah serpihan sejarah tersendiri. Nanti.

Dan kini, kita kembali ke ujung malam, sesaat setelah rapat itu berakhir. Sukarno dan sejumlah kawan pergerakan menginap di rumah Suyudi. la adalah aktivis PNI yang berprofesi sebagai pengacara. Rumahnya hanya berjarak beberapa kilometer saja dari tempat pertemuan, tetapi sudah masuk wilayah KasultananYogyakarta. Sebelum merebahkan tubuh yang letih, Sukarno sempat melirik arloji ditangan. Jarum menunjuk angka satu.

Belum genap empat jam mata terpejam, mata Sukarno terbuka, tidur terusik suara gaduh di luar. Tak kurang satu peleton polisi Belanda mendatangi rumah Suyudi. "Inikah rumah tempat pemimpin revolusioner menginap?" menyalak tanya seorang opsir Belanda. "Ya, inilah tempatnya, " terdengar suara menyahut tanpa gentar.

Segera terdengar perintah mengepung sekeliling rumah dan menjaga setiap daun pintu yang terkunci. Lalu, dari arah depan terdengar suara gebukan pintu memecah subuh yang hening. Begitu kuat dan kerasnya hantaman itu, sehingga hanya dalam hitungan detik, pintu terkuak paksa.

Sukarno yang mencermati keadaan dari semula, hanya duduk di tepi ranjang. Sedikit gemetar. Bukan gemetar karena gentar. Gemetar karena degup jantung yang memburu, terbangun di saat rasa penat belum sepenuhnya enyah, serta bekapan bayangan nasib yang tak pasti. Satu-satunya kepastian yang terhidang di hadapannya adalah, kepastian dirinya akan ditangkap polisi.

Sukarno dan sejumlah aktivis lain seperti Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata di-gelandang polisi. Mereka dikawal ke ruang tahanan sementara di Mergangsan, menanti jam keberangkatan kereta api menuju Bandung. Langit Yogya sudah gelap, ketika para tawanan politik ini dikawal ketat menuju stasiun. Sesampai di sana, mereka dimasukkan gerbong khusus, dalam rangkaian kereta api uap tujuan Bandung.

Sejurus waktu, roda besi menggelinding di bantalan jalan besi, menimbulkan derak-derik suara khas kereta makin keras dan makin cepat, hingga mencapai kecepatan konstan dan menimbulkan suara monoton. Selama 12 jam perjalanan, Bung Karno dilarang berbicara. Ya, tidak boleh berbicara kepada siapa saja, kecualipermisi ketoilet. Berbicara kepada diri sendiri pun dilarang. Alhasil, selusin jam perjalanan dilewatkan Bung Karno dengan diam, tertidur, dan melamun. Namun sebagian besar di antaranya dihabiskan untuk memandangi wajahpolisi Belanda yang pandir, yang mengawal ketat dengan ekspresi wajah dingin cenderung bengis.

Bersamaan dengan merekahnya pagi 30 Desember 1929, Bung Karno dan kawan-kawan diturunkan di Cicalengka, 30 kilometer sebelum Bandung. Tujuannya jelas, untuk menghindari ketegangan yang mungkin timbul di sekitar stasiun Bandung, akibat aksi pendukung Sukarno. Perjalanan Cicalengka-Bandung ditempuh kurang dari 60 menit, hingga kendaraan berhenti di depan sebuah bangunan bertuliskan: Rumah Penjara Banceuy.

Penjara yang didirikan tahun 1898 oleh pemerintah Hindia Belanda dan difungsikan awal abad ke-19 itu, kondisinya kotor, bobrok, dan tua. Didalamnya terdapat dua bagian sel, masing-masing untuk tahanan politik, dan tahanan "pepetek". Sebuah sebutan untuk rakyat jelata.

Sukarno sebagai tahanan politik, menempati Blok F kamar nomor 5. Teman seperjuangan, Gatot di sel 7, Maskun disel nomor 9, dan Supriadinata di sel nomor 11. Lebar sel yang ditempati Sukarno hanyalah 1,5 meter persegi, yang separuhnya sudah terpakai untuk tidur. Sel itu tak berjendela, pengap, berpintu besi, dengan lubang kecil yang hanya bisa dipakai mengintip lurus kedepan. Sukarno merasakan "kuburan" Banceuy begitu lembap, pekat, dan melemaskan.

Teman Sukarno selama delapan bulan disekap di Banceuy hanya cicak-cicak didinding. Ketika jatah makanan diantar, ia akan berbagi nasi dengan cicak-cicak itu. Dibilang "berteman", karena jalinan pertemanan itu begitu intens dan intim, sehingga tidak ada lagi rasa takut dari binatang merayap itu. Cicak-cicak itu dengan tenang turun dan menghampiri ujung jari Sukarno yang berisi butiran-butiran nasi, lalu menyantapnya dengan sekali sergap. Kemudian datang cicak yang lain, dan Bung Karnopun sudah menyiapkan satu butir nasi yang lain pula.

Selain cicak, "teman" Sukarno adalah bayangan-bayangan gaib yang hingga ajalnya, Sukarno sendiri tak pernah bisa memecahkannya. Ada dua kegaiban yang ia rasakan selama delapan bulan mendekam di sel Banceuy. Pertama, bayangan yang senantiasa muncul ketika ia merebahkan diri dan memejamkan mata. Pada saat itu, tangan kanannya membesar. . . membesar. . . kian besar. . . dan makin besar . . . bahkan serasa lebih besar dari ruang sel itu sendiri. Kemudian secara perlahan berangsur mengecil. . . mengecil. . . makin kecil. . . dan kecil . . . hingga ke ukuran normal. Membesarnya tangan kanan, hanya bisa diduga sebagai satu perlambang akan besarnya kekuasaan yang ada pada tangan Sukarno di kelak kemudian hari. Entahlah.

Kedua, bayangan tak berwujud. Bung Karno mendengar suara siul burung perkutut. Ini tentu ganjil, mengingat penjara Banceuy terletak dipusat kota Bandung. Tidak ada burung jenis perkutut hidup di sekitar penjara. Anehnya, ketika malam telah larut, suasana sunyi senyap, Sukarno mendengar suara burung perkutut, bersiul, menyanyi, begitu jelas hingga seolah ia rasakan ada dipangkuannya. Anehnya, tak seorangpun penghuni Banceuy pernah mendengarnya, kecualiSukarno.

Cicak-cicak didinding, bayangan tangan kanan meraksasa, serta siul burung perkutut di ujung malam, adalah "sahabat-sahabat" Sukarno melewati hari-hari yang berat di Penjara Banceuy.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

[BACA SEJARAH YOOK?: 1] Bung karno di Antara Marilyn Monroe dan Joan Crawford

Bung karno di Antara Marilyn Monroe dan Joan Crawford
Bung Karno adalah pencinta keindahan. Dalam bahasa yang terus terang kepada Cindy Adams, penulis biografinya, dia mengatakan, di antara yang termasuk keindahan itu adalah kecantikan seorang wanita Memang, ia juga mengatakan bahwa setiap memandang hamparan sawah, lanskap taman yang indah, serta hijaunya tekstur pegunungan, ia spontan menarik napas panjang mengagumi dan mensyukuri nikmat Tuhan.

Perasaan yang kurang lebih sama ketika ia memandang "keindahan" pada diri seorang wanita. Tak ayal, pers Barat pernah menjadikan Bung Karno bulan-bulanan. Ia dituding sebagai hidung belang . . . tak bisa memalingkan muka dari wanita cantik.

Apa pun stigmanya, Bung Karno adalah laki-laki normal dengan sikap yang spontan (jujur) . Lebih dari itu, dalam banyak literatur, Bung Karno diakui banyak wanita, sebagai "gentleman". Tak heran bila ia laksana magnet bagi kebanyakan kaum Hawa. Anda bisa maknakan sendiri, bagaimana kehebatan seorang Bung Karno, bukan saja dari sisi dia sebagai negarawan, tetapi sebagai laki-laki, sehingga begitu banyak istrinya . . . dan begitu banyak wanita memujanya.

Mungkinkah aktris jelita Marilyn Monroe dan Joan Crawford termasuk dua di antara sederet selebriti Hollywood pengagum Bung Karno? Inilah yang menarik. Ilustrasi foto pada judul ini, merjampakkan keintiman Bung Karno dan Marilyn Monroe. Menampakkan keintiman yang sama pula dengan Joan Crawford.

Bahkan, "kedekatan"Bung ICarno dan Monroe sempat menimbulkan spekulasi adanya affair di antara dua legenda itu. Dalam buku Goddess The Secret Life of Marilyn Monroe, yang ditulis Anthony Summers misalnya, ada bagian yang menceritakan affair Bung Karno-Monroe.

Antara lain pengakuan sutradara Joseph Logan dalam buku itu. "Saya pikir mereka berdua melakukan pertemuan lanjutan setelah pesta itu, "kenang Logan yang memperkenalkan Marilyn Monroe kepada Sukarno.

Pertemuan yang dimaksud terjadi bulan Mei 1956, saat Presiden Sukarno mengajak putranya, Guntur, melakukan kunjungan kenegaraan hampir tiga pekan ke Negeri Paman Sam. Mulaidari pantai timur hingga pantai barat, ia datangi tempat-tempat berdejarah dan menarik, termasuk ke Hollywood. Di pusat industri film dunia itu, Sukarno tak bisa menyembunyikan antusiasmeriya untuk bertemu Marilyn Monroe, aktris berambut pirang bernama asli Norma Jean Baker yang sedang berada di puncak karier.

Pertemuan Marilyn dan Sukarno bisa terwujud atas jasa Joshua Logan, sutradara film "Bus Stop"yang diperani Marilyn. Waktu itu dia sedang sibuk syuting ketika Sukarno datang, dan hanya bertemu sekitar 200 pekerja film di sana. Namun malam harinya, Eric Allen Johnston, Presiden Motion Picture Association ofAmerica (MPAA) rriengadakan pesta untuk menghormati Sukarno dan rombongannya di the Beverly Hills Hotel, Hollywood. Sebenarnya Marilyn tak dijadwalkan datang ke pesta. Tetapi, dia diajak Joshua Logan. "Saya ingin kau menemui sahabat saya nanti malam, "bujuk Logan kepada Marilyn. Tanpa ragu Marylin mengiyakan permintaan Logan.
Benar, Marilyn Monroe datang ke pesta yang khusus diadakan untuk menghormati Bung Karno itu. Dia mengenakan gaun gelap berleher panjang. Seketika kehadirannya membuat atmosfer pesta lebih hidup.

Bahkan beberapa aktor ternama sudah hadir terlebih dahulu, termasuk Gregory
Peck, George Murphy (kelak menjadi senator) dan Ronald Joan Crawford dan Bung Karno. Reagan (25 tahun kemudian jadi presiden AS) . Segera setelah mengetahui kedatangan Marilyn, Bung Karno segera menghampiri. Mereka bertemu dalam suasana akrab hampir selama 45 menit. Momen itu tak disia-siakan oleh para fotografer Amerika dan Indonesia. Dalam kesempatan itu, Marilyn dengan basa-basi mengatakan dia menyesal tak diundang ke pesta itu. Namun Sukarno tak peduli dia diundang atau tidak, asalkan sudah bertemu dengannya. "Tujuan saya datang ke Amerika antara lain untuk menemuimu, "kata Sukarno.

Sebaliknya, Marilyn sendiri kurang begitu mengenal Sukarno sebelumnya, hingga dia menyapanya dengan sebutan "Pangeran Sukarno"!Sebelum meninggalkan pesta, Marylin berpose cukup lama dengan Sukarno di depan puluhan kamera. Bahkan aktris yang menjadi penghias sampul perdana majalah khusus pria Playboy setahun sebelumnya itu, sempat membubuhkan tandatangan kepada beberapa anggota rombongan Sukarno. Setelah itu dia berpamitan dan meninggalkan Sukarno di pesta. Itulah perjumpaan mereka pertama sekaligus yang terakhir.

Setidaknya, versi itulah yang paling valid. Ihwal gosip affair antar keduanya, atau tudingan adanya pertemuan pasca pesta malam Bung Karno di Antara Marilyn. Itu, semua tak lebih menjadi semacam urban legend daripada fakta sejarah. Sama seperti pertemuan Bung Karno dengan Joan Crawford yang tampak begitu akrab. Bintang film senior (hanya setahun lebih muda dari Bung Karno) itu, terbilang bintang yang dikagumi. Ada banyak film Crawford, sejak era "film bisu"hingga film bersuara, begitu mengesankan Bung Karno. Alhasil, saat ia berkunjung ke Amerika, ia tidak sia-siakan kesempatan untuk menjumpainya. Tidak terlalu sulit buat Bung Karno bertemu bintang Hollywood mana pun, pengingat ia memang berkawan baik dengan "raja" Hollywood, Eric Allen Johnston. Bahkan, kegemaran Bung Karno berkawan dengan para selebriti, tidak hanya terbatas di Amerika, tetapi juga di setiap negara yang dikunjunginya. Alhasil, Bung Karno pun menjalin hubungan yang rapat dengan sejumlah selebriti Italia, Prancis, Denmark, Kanada, dan Iain-lain. Persahabatannya, tidak melulu dengan kalangan aktor dan aktris, tetapi juga dengan musisi dan komposer.

Jangan terlalu heran. Sebab, sejak sekolah HBS, dalam usia belasan tahun di Surabaya, dia sudah memuja aktor-aktris mancanegara. Bahkan ia mengoleksi bungkus-bungkus rokok dengan hiasan sampul bintang-bintang film terkenal dunia. Selain itu, referensi Bung Karno tentang film, musik, dan seni-budaya dunia pada umumnya, tidak kalah dalam dengan pengetahuannya ihwal politik dan aneka isme.

***
DARI BUKU:
ROSO DARAS: “ TOTAL BUNG KARNO Serpihan Sejarah yangTercecer “
[BELILAH BUKU ASLI]
Penerbit Imania
Ki Town House Blok H
Jl. Raya Limo, Depok 16515
Telp (021) 753 1711, Faks. (021) 753 1711
E-mail:etera_imania@yahoo. com
Website:www. pustakaiman. com
Didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU)
Jl Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146
Ujungberung, Bandung 40294
Telp. (022) 781 5500, Fax. (022) 780 2288
E-mail:mizanmu@bdg. centrin. net. id

OUTREACH