MALAYSIA SELAYANG PANDANG: 6
Pengelolaan Perjalanan Hajji
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pengelolaan perjalanan jamaah hajji yang baik, benar dan jujurlah yang pada akhirnya menentukan performa organisasi perhajjian kedua negara negara ini: Indonesia dan Malaysia.
Selain kejujuran, ada juga sisi lain yang cukup menentukan yaitu pilihan strategi mulai dari (1) tata kelola keuangan, (2) pengaturan waktu dan (3) pembagian kerja para petugas.
Malaysia memilih mendirikan lembaga Tabung hajji yang langsung berperan sebagai Bank khusus yang menampung seluruh dana jamaah hajji yang disetorkan dengan demikian mereka bisa mandiri dalam negosiasi harga dengan perusahaan transportasi, akomodasi hotel dan perumahan. Denga prinsif pre-paid mereka mendapatkan layanan yang terbaik dan termurah. Untuk dana yang belum terpakai, mereka dengan leluasa membangun bidang-bidang usaha perbankan, perkebunan, perhotelan, konstruksi sampai mall-mall dan retail. Seluruh keuntungan dibagikan kembali kembali kepada calon jamaah dan masyarakat muslim Se-malaysia. Jutaan hektar kebun kelapa sawit dan karet mereka miliki, ribuan bank dan rahn serta pertokoan dan perhotelan yang akan memberikan profit selama mereka tetap eksis.
Sedangkan Indonesia memilih untuk menggunakan bank-bank milik pihak lain, dalam dan luar negeri, Pemerintah maupun Swasta sehingga dalam bernegosiasi sangat terikat dengat mitra-mitra itu. Sisa uang yang belum terpakai dijadikan Sukuk dengan keuntungan yang diprosentase sesuai dengan perjanjian. Tentu ini adalah sistem yang menyediakan celah untuk Kong kali Kong alias Cingcae-laa. Lembaga mitra [bank-bank] mendapat uang segar untuk membiayai pihak-pihak yang tidak jelas manfaatnya bagi ummat Islam [si pemilik uang]. Pintar Mana?
Dalam pengaturan waktu, karena ini terkait dengan jumlah kuota dari Pemerintah Saudi Arabia maka Indonesia mendapat kelebihan karena prosentase jumlah rakyatnya berlipat kali dari rakyat malaysia, Masa tunggu calon jamaah hajji di Indonesia sampai saat ini sekitar 12 tahun, sedang Rakyat Malaysia harus menunggu 45 tahun lebih untuk mendapatkan giliran. Untuk menyiasati hal ini lembaga Tabung Hajji Malaysia membagi divisi menjadi divisi dalam negeri yang ditangani oleh petugas rutin Tabung hajji sendiri [mirip kementerian Agama seksi hajji] dan Petugas Luar Negeri [ini mirip Tenaga Musiman di pihak Indonesia]. Efisiensinya adalah petugas dalam negeri tidak ikut berangkat berhajji sehingga jatah jamaah tidak dikorbankan. Beda dengan Indonesia, selain petugas dalam Negeri ikut berangkat, para pengelola KBIH yang ribuan jumlahnya juga tidak ketinggalan dan tentu saja karena terkait dengan APBN dan APBD petugas dari Eksekutif, legislatif dan pemantau serentak ikut naik hajji , kembali lagi mengorbankan kuota jamaah. Cerdik mana?
Yang kelihatan lebih membanggakan dari Indonesia justru organisasi paska hajji. Di Indonesia para hajji membentuk IPHI dan IPHI inilah yang kemudian mendirikan bank, rumah sakit, mall dan berbagai usaha lain di dalam negeri sebagai upaya meraih dan mempertahan kemabruran hajji. Dalam hal ini, para Hajji Malaysia patut beljar dari Indonesia.
Dalam kunjungan saya ke Malaysia kali ini, saya sempatkan berkunjung ke Museum Negara Kuala Lumpur, dimana Lembaga Tabung Hajji menguasai beberapa lantai [terutama ground strory] untuk dijadikan Museum Pengalaman Hajji Malaysia dan Kantor Pusat Televisi Pendidikan dan Keluarga yang mereka kelola. Patutlah bagi kedua negara untuk saling belajar sehingga yang kurang dapat dibuang dan yang baik dapat ditiru.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Kuala Lumpur, 18 Nopember 2013
Catatan: Dalam gambar RSI IPHI Surabaya dan Gedung Tabung Hajji Malaysia.
Pengelolaan Perjalanan Hajji
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pengelolaan perjalanan jamaah hajji yang baik, benar dan jujurlah yang pada akhirnya menentukan performa organisasi perhajjian kedua negara negara ini: Indonesia dan Malaysia.
Selain kejujuran, ada juga sisi lain yang cukup menentukan yaitu pilihan strategi mulai dari (1) tata kelola keuangan, (2) pengaturan waktu dan (3) pembagian kerja para petugas.
Malaysia memilih mendirikan lembaga Tabung hajji yang langsung berperan sebagai Bank khusus yang menampung seluruh dana jamaah hajji yang disetorkan dengan demikian mereka bisa mandiri dalam negosiasi harga dengan perusahaan transportasi, akomodasi hotel dan perumahan. Denga prinsif pre-paid mereka mendapatkan layanan yang terbaik dan termurah. Untuk dana yang belum terpakai, mereka dengan leluasa membangun bidang-bidang usaha perbankan, perkebunan, perhotelan, konstruksi sampai mall-mall dan retail. Seluruh keuntungan dibagikan kembali kembali kepada calon jamaah dan masyarakat muslim Se-malaysia. Jutaan hektar kebun kelapa sawit dan karet mereka miliki, ribuan bank dan rahn serta pertokoan dan perhotelan yang akan memberikan profit selama mereka tetap eksis.
Sedangkan Indonesia memilih untuk menggunakan bank-bank milik pihak lain, dalam dan luar negeri, Pemerintah maupun Swasta sehingga dalam bernegosiasi sangat terikat dengat mitra-mitra itu. Sisa uang yang belum terpakai dijadikan Sukuk dengan keuntungan yang diprosentase sesuai dengan perjanjian. Tentu ini adalah sistem yang menyediakan celah untuk Kong kali Kong alias Cingcae-laa. Lembaga mitra [bank-bank] mendapat uang segar untuk membiayai pihak-pihak yang tidak jelas manfaatnya bagi ummat Islam [si pemilik uang]. Pintar Mana?
Dalam pengaturan waktu, karena ini terkait dengan jumlah kuota dari Pemerintah Saudi Arabia maka Indonesia mendapat kelebihan karena prosentase jumlah rakyatnya berlipat kali dari rakyat malaysia, Masa tunggu calon jamaah hajji di Indonesia sampai saat ini sekitar 12 tahun, sedang Rakyat Malaysia harus menunggu 45 tahun lebih untuk mendapatkan giliran. Untuk menyiasati hal ini lembaga Tabung Hajji Malaysia membagi divisi menjadi divisi dalam negeri yang ditangani oleh petugas rutin Tabung hajji sendiri [mirip kementerian Agama seksi hajji] dan Petugas Luar Negeri [ini mirip Tenaga Musiman di pihak Indonesia]. Efisiensinya adalah petugas dalam negeri tidak ikut berangkat berhajji sehingga jatah jamaah tidak dikorbankan. Beda dengan Indonesia, selain petugas dalam Negeri ikut berangkat, para pengelola KBIH yang ribuan jumlahnya juga tidak ketinggalan dan tentu saja karena terkait dengan APBN dan APBD petugas dari Eksekutif, legislatif dan pemantau serentak ikut naik hajji , kembali lagi mengorbankan kuota jamaah. Cerdik mana?
Yang kelihatan lebih membanggakan dari Indonesia justru organisasi paska hajji. Di Indonesia para hajji membentuk IPHI dan IPHI inilah yang kemudian mendirikan bank, rumah sakit, mall dan berbagai usaha lain di dalam negeri sebagai upaya meraih dan mempertahan kemabruran hajji. Dalam hal ini, para Hajji Malaysia patut beljar dari Indonesia.
Dalam kunjungan saya ke Malaysia kali ini, saya sempatkan berkunjung ke Museum Negara Kuala Lumpur, dimana Lembaga Tabung Hajji menguasai beberapa lantai [terutama ground strory] untuk dijadikan Museum Pengalaman Hajji Malaysia dan Kantor Pusat Televisi Pendidikan dan Keluarga yang mereka kelola. Patutlah bagi kedua negara untuk saling belajar sehingga yang kurang dapat dibuang dan yang baik dapat ditiru.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Kuala Lumpur, 18 Nopember 2013
Catatan: Dalam gambar RSI IPHI Surabaya dan Gedung Tabung Hajji Malaysia.