Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pak Cik Kosen, itu nama ayah angkat saya ketika dahulu (1986) tinggal di Endau, Mersing, Johor. Keturunan Jawa yang masih fasih njowo itu tidak pernah sekolah, tapi jagoan primbon dan Kuda Lumping.
Ketika baru sampai dirumahnya, Cik Kosen berpantun:
Buah nangka buah cempedak
Beza dikulit same di hati
Tiada kusangka jumpa awak
Senang sulit sampai mati
Begitulah pantun orang tua, makna dan sampirannya mengandung arti yang sangat dalam, sekali dengar sulit dilupa.
Cik Kosen lalu berkisah bahwa dahulu Semenjuang Malaya dan Indonesia menyatu namun ketika lempengan2 buminya nyaris terpisah, maka mereka bersepakat untuk membagi cempedak untuk Malaysia dan nangka untuk Indonesia.
Kesamaan Cempedak dan Nangka terletak pada hatinya yang sama-sama besar dan lembut. Bangsa-bangsa di dunia menjuluki mereka dengan "smily" karena mereka sanggup memberikan hati kepada siapapun yang rela hati menjadi tamunya.
Kini performan kedua bangsa itu juga mirip Cempedak dan nangka. Nangka lebih besar bobotnya, nyelekit rasanya namun aromanya tidak menyebar terlalu jauh, untuk hidup tidak memilih tempat dan berbuah sepanjang musim. Sedangkan cempedak lebih kecil badannya, semerbak baunya namun memilih-milih waktu dan tempat untuk hidup dan berbuah. Keduanya memang Asia namun yang Truly adalah si cempedak.
Ketika duduk kumpul dengan sahabat2 dari Malaysia, saya merasa nangka, dan mungkin saja mereka merasa diri cempedak, memang ada bedanya tapi hatinya toh sama saja. Coba perhatikan film kartun Upin & Ipin, jelas menggunakan bahasa Melayu, tapi tentu eman-eman untuk menerjemahkannya, sebab tidaklah terlalu banyak yang berbeda. Sedikit beda sekalian bisa jadi bumbu lelucon.
Di Philippina, film Upin dan Ipin sudah mulai ditayang di TV dan tentu saja tidak memerlukan terjemahan karena banyak kosa katanya yang mirip Bahasa Tagalok. Seorang kawan di Mindanao mengatakan bahwa film Upin dan Ipin dapat memicu hidup-kembalinya Bahasa tagalok yang sangat terdesak oleh bahasa Inggris maupun Spanyol. Sekalian mengingatkan bahwa bangsa Nusantara ini memang satu juga.
Bau cempedak memang merambat lebih jauh, tapi jika mau makan sampai puas, maka nagkalah jawabannya. Dua buah yang bersaudara saling menutupi dan saling melengkapi. Dulu, ketika hendak pulang ke Indonesia saya minta dibungkuskan biji-biji cempedak, Pak Cik Kosen bilang:
" Awak tak payah nak tanam cempedak kak Indonesia. Bile dah lame kak Indonesia, dia balik jadi nangke pulak = tidak usah repot2 menanam cempedak di Indonesia, karena lama-lama dia akan berubah jadi nagka lagi". Saya terperanjat dengan spontanitas Pak Cik Kosen. lalu saya tanya: "Bagaimana kalau nangka di tanam di Malaysia? Apakah akan berubah jadi Cempedak?"
Beliau menjawab jenaka: "Mana ada orang Malaysia mikir untuk menanam pohon selain Kelapa Sawit?"
Sayang disayang, 3 hari di Malaysia tidak memungkinkan saya menziarahi Pak Cik Kosen. Pun saya tidak tahu apakah beliau masih bisa melantunkan pantun-pantunnya yang jenaka atau sekarang sudah menatap kita dari alam lain dengan angle barzakhiyyah.
Satu lagi sikap pak Cik Kosen yang menggetarkan hati saya: Beliau langsung meradang ketika ada intrik-intrik yang berusaha memisahkan antara Indonesia dan Malaysia. Itulah yang menyebabkan banyak TKI kalau kepepet akan segera masuk rumah Cik Kosen. Polisi Malaysia tak punya nyali untuk melewati gerbang tanahnya yang luas di tepi laut itu. Semoga Cik Kosen sehat, aman, damai dan sejahtera dimanapun dia berada. Amiin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Ipoh, Perak, Malaysia, 17 November 2013
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pak Cik Kosen, itu nama ayah angkat saya ketika dahulu (1986) tinggal di Endau, Mersing, Johor. Keturunan Jawa yang masih fasih njowo itu tidak pernah sekolah, tapi jagoan primbon dan Kuda Lumping.
Ketika baru sampai dirumahnya, Cik Kosen berpantun:
Buah nangka buah cempedak
Beza dikulit same di hati
Tiada kusangka jumpa awak
Senang sulit sampai mati
Begitulah pantun orang tua, makna dan sampirannya mengandung arti yang sangat dalam, sekali dengar sulit dilupa.
Cik Kosen lalu berkisah bahwa dahulu Semenjuang Malaya dan Indonesia menyatu namun ketika lempengan2 buminya nyaris terpisah, maka mereka bersepakat untuk membagi cempedak untuk Malaysia dan nangka untuk Indonesia.
Kesamaan Cempedak dan Nangka terletak pada hatinya yang sama-sama besar dan lembut. Bangsa-bangsa di dunia menjuluki mereka dengan "smily" karena mereka sanggup memberikan hati kepada siapapun yang rela hati menjadi tamunya.
Kini performan kedua bangsa itu juga mirip Cempedak dan nangka. Nangka lebih besar bobotnya, nyelekit rasanya namun aromanya tidak menyebar terlalu jauh, untuk hidup tidak memilih tempat dan berbuah sepanjang musim. Sedangkan cempedak lebih kecil badannya, semerbak baunya namun memilih-milih waktu dan tempat untuk hidup dan berbuah. Keduanya memang Asia namun yang Truly adalah si cempedak.
Ketika duduk kumpul dengan sahabat2 dari Malaysia, saya merasa nangka, dan mungkin saja mereka merasa diri cempedak, memang ada bedanya tapi hatinya toh sama saja. Coba perhatikan film kartun Upin & Ipin, jelas menggunakan bahasa Melayu, tapi tentu eman-eman untuk menerjemahkannya, sebab tidaklah terlalu banyak yang berbeda. Sedikit beda sekalian bisa jadi bumbu lelucon.
Di Philippina, film Upin dan Ipin sudah mulai ditayang di TV dan tentu saja tidak memerlukan terjemahan karena banyak kosa katanya yang mirip Bahasa Tagalok. Seorang kawan di Mindanao mengatakan bahwa film Upin dan Ipin dapat memicu hidup-kembalinya Bahasa tagalok yang sangat terdesak oleh bahasa Inggris maupun Spanyol. Sekalian mengingatkan bahwa bangsa Nusantara ini memang satu juga.
Bau cempedak memang merambat lebih jauh, tapi jika mau makan sampai puas, maka nagkalah jawabannya. Dua buah yang bersaudara saling menutupi dan saling melengkapi. Dulu, ketika hendak pulang ke Indonesia saya minta dibungkuskan biji-biji cempedak, Pak Cik Kosen bilang:
" Awak tak payah nak tanam cempedak kak Indonesia. Bile dah lame kak Indonesia, dia balik jadi nangke pulak = tidak usah repot2 menanam cempedak di Indonesia, karena lama-lama dia akan berubah jadi nagka lagi". Saya terperanjat dengan spontanitas Pak Cik Kosen. lalu saya tanya: "Bagaimana kalau nangka di tanam di Malaysia? Apakah akan berubah jadi Cempedak?"
Beliau menjawab jenaka: "Mana ada orang Malaysia mikir untuk menanam pohon selain Kelapa Sawit?"
Sayang disayang, 3 hari di Malaysia tidak memungkinkan saya menziarahi Pak Cik Kosen. Pun saya tidak tahu apakah beliau masih bisa melantunkan pantun-pantunnya yang jenaka atau sekarang sudah menatap kita dari alam lain dengan angle barzakhiyyah.
Satu lagi sikap pak Cik Kosen yang menggetarkan hati saya: Beliau langsung meradang ketika ada intrik-intrik yang berusaha memisahkan antara Indonesia dan Malaysia. Itulah yang menyebabkan banyak TKI kalau kepepet akan segera masuk rumah Cik Kosen. Polisi Malaysia tak punya nyali untuk melewati gerbang tanahnya yang luas di tepi laut itu. Semoga Cik Kosen sehat, aman, damai dan sejahtera dimanapun dia berada. Amiin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Ipoh, Perak, Malaysia, 17 November 2013