MALAYSIA SELAYANG PANDANG: 2 AirAsia: Pembalikan Cara Berhitung

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Metode berhitung paradoxlah yang membuat AirAsia menjadi berbeda sekaligus menjadikannya kaya raya.

Tentu tidak banyak yang tahu kalau Tony Fernandes membeli sebuah perusahaan penerbangan Malaysia AirAsia yang bangkrut akibat peristiwa 11 September 2001. Luar biasa harganya cuma seupil "Satu ringgit Malaysia". Ya cuma Rp. 3,500.- Tentu saja lengkap dengan hutangnya yang berjumlah 40 juta ringgit. No problem, dalam dua tahun Tony sudah mulai menuai surplus.

Dengan demikian Tony tidak memerlukan waktu dan biaya membangun sebuah prusahaan baru; Pilot2 handal dan crew2 berpengalaman yang dipecapat oleh berbagai maskapai bangkrut bisa direkrut tanpa nilai kontrak, pesawat2 mangkrak bisa disewa atau dibeli sangat murah tanpa perlu mengurus izin laik terbang. Semua pembelian dengan harga NYARIS GRATIS.

Tony juga mendapatkan blessing in disguise. Semula mengurus ijin keluar masuk negara lain sangat rumit dan mahal, maka pada musim kebangkrutan maskapai penerbangan dunia, terjadilah krisis transportasi dunia. Ijin tidak lagi sekedar mudah dan murah, malah negara-negara didunia membuka langitnya tanpa rate. Kebijakan Visa on Arrival juga seolah membuka gerbang rejeki yang tak dilihat oleh kebanyakan pengusaha lainnya.

Bagaimana dengan penumpang? He he Tony berfikir terbalik. Dia tidak peduli dengan ketakutan penumpag pesawat terbang akibat Traumatik WTC. Dia faham benar bahwa penduduk asia yang pernah naik pesawat hanya berjumlah 6%. Sisanya 94% adalah masyarakat yang sangat ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi burung dan menari-nari di atas awan. "Jika mereka dikasi harga murah, mereka pasti akan terbang". itu konsepnya. Tentu saja jutaan pekerja yang keluar masuk Malaysia menggunakan perahu akan lebih memilih airasia ketimbang dilanun oleh para bajak laut gadungan.

Tony Fernandes mengabaikan orang-orang borjuis yang siap membayar mahal. Jumlah mereka sangat sedikit. Hal ini mengesankan dia menjadi pahlawan orang kecil yang hanya memerlukan bisa terbang, masalah purna-service, itu urusan keseratus. Selebihnya Tony perlu berfikir bagaimana mengorek-ngorek kocek para penumpang. Ahaaaaaaaa...! "Adds-on". Itu jawabannya. bagaimana itu?

Adds-on itu konsep pelayanan yang memulai dengan patokan layanan paling minimal dengan servis minimal juga. Persis seperti Windows. OS bisa gratis tapi applikasi tambahan harus sanggup bayar. Itupun kalau mau. kalau tidak nggak apa-apa. Tune Hotel juga menggunakan konsep itu, kita bisa tidur [saja] dengan tarif 1 dollar, tapi jika mau nambah:
a. Air mandi hangat tambah bayar sekian...
b. Handuk, tambah bayar sekian...
c. Sikat gigi, sabun dan odol tambah bayar sekian...
d. Kipas angin tambah bayar sekian...
e. AC tambah bayar sekian...
f. Nonton TV lokal tambah bayar sekian...
g. Nonton TV cabel tambah bayar sekian...
h. Nelpon tambah bayar sekian...
i. Hotspot tambah bayar sekian...
j. Safety-box tambah bayar sekian...
k. Air mineral tambah bayar sekian...
l. Camilan tambah bayar sekian...
m. Parkir tambah bayar sekian...

Saya tidak bisa membayangkan apa-apa lagi yang bisa di-objek-kan. Kalau mau silahkan, kalau tidak monggo. Masih bisa tidur, masalah pulas ya tergantung ...tambah bayar sekian.

Tony memang memahami benar bahwa bangsa Asia suka menawar sampai kepada harga yang paling murah, maka diapun membalas dengan menawarkan harga super murah dan menyerahkan urusan tawar menawar itu kepada konsumen sendiri untuk berdebat dengan dirinya "mau pilih yang mana?"

Tony terbukti benar, AirAsia mengalahkan maskapai murah lainnya seperti LionAir, Nok Air, Shouthern Air.

Untuk calon penumpang AirAsia saya ingatkan bahwa konsep adds-on ini bisa membuat terperanjat, misalnya untuk bagasi anda cuma dibebaskan 7 kg. Jika lebih anda akan kena charges yang luar biasa 10 dollar per-kg. Jika ingin pindah duduk kepinggir, bisa juga dengan bayar tambahan. Kalau kebetulan pesawat agak kosong, bisa juga meminta pindah ke kursi yang kosong dan dengan segera para crew menyodorkan bill bayar tambahannya.

Tapi ada bodohnya juga Airasia ini, misalnya ditaruh harga makanan dengan harga pecahan seperti Nasi Lemak Pak Nasir $M. 11.5. Akibatnya para crew mondar mandir mencari recehan untuk kembalian para penumpang.

Dua kali terbang dengan AirAsia tak saya alami kelambatan satu menitpun dan landingnya setara dengan kelembutan Saudia, nyaris tak terasa.

Menurut saya: LionAir dengan mudah dapat mengalahkan AirAsia sebagaimana Garuda mengalahkan Singapore dan MAS. namun tidak dengan jurus "Top Service Top Price" tapi dengan adds-on. Musuh utamanya adalah mentalitas "Innal Insaana Layathgho". Jika sudah eksis ada kecenderungan berlagak seperti boss, padahal siapapun tahu perusahaan dan segenap kaki tangannya adalah penjaja jasa yang seharusnya tutur, lagak dan performence-nya menyatakan "The Boss You are".

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Kuala Lumpur, 14 November 2013.