[Langkah Strategis Membangun NTB: 59]

KITA INI BANGSA YANG MEMALUKAN

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Judul di atas saya ambil dari seorang penyair Irak beraliran Syi'ah "Ahmad Nu’aimi" yang menyiarkan seuntai syair dengan judul tersebut, kemudian pada tanggal 27 Desember 2015 syair itu menjerumuskannya ke depan juru tembak yang akhirnya mengantarkannya ke dalam liang lahad.
Ahmad Nu’aimi membuka syairnya begini:
"" Fakta sejarah yang tak terlupakan, bahwa kita adalah bangsa yang tidak tahu malu.
Umar bin Khattab membebaskan Irak, Syiria dan Persia, 
Kita berbangga dan paling banyak menikmati hasilnya
Kitalah orang Syia'ah yang paling banyak menghina Umar.

Demikianlah .... satu demi satu prestasi orang-orang ( yang karena tidak mengikuti faham syiah lalu) dijuluki dengan Sunny dan setiap hari menjadi bulan-bulanan penistaan dan pengkafiran orang-orang Syia'ah. Sebaliknya berbagai kisah sejarah mengenaskan yang menimpa ummat Islam ternyata dibalik semua itu selalu ditemukan pengkhiatan kaum Syiah. Mulai dari Jatuhnya Bagdad, Granada sampai Palestina, ada pengkhianat Syiah di dalamnya. ""
Syair Ahmad Nu’aimi begitu menggugah kesadaran kita bangsa Indonesia yang senyatanya memiliki Sumber Daya Alam melimpah ruah, penduduk yang banyak serda modal kemerdekaan yang heroik dan membanggakan. Namun apa yang menjadi kenyataan di depan mata kita tidak dapat disimpulkan kecuali dengan seuntai kalimat "Kita adalah Bangsa Yang Memalukan".
Rsulullah s.a.w berpesan: "Awas, jangan sekali-kali duduk dipinggir jalan". Seorang sahabat meminta penjelasan: "Ya Rasulullah bagaimana kalau kami terpaksa duduk dipinggir jalan karena suatu kepentingan?"
Rasulullah menjawab: Boleh, tetapi jaga betul hak-hak jalan itu. Atau jangan pernah mengganggu para pengguna jalan.
Sekarang coba renungkan, kasus Nyongkolan dengan kecimol itu. Betapa memalukannya. Mungkin kita berfikir dengan alasan melaksanakan adat istiadat, tradisi dan budaya, kita dapat mengorbankan kepentingan orang lain. Sungguh tidak ada yang nampak dari kasus tersebut selain kebodohan kita, sifat primitive kita yang belum beranjak ke dunia peradaban di mana manusia seharusnya mendahulukan kepentingan umum, mengatur tingkah laku, mengukur maslahat tidaknya tindakan dengan keadaan.

Seorang wisatawan menulis SMS kepada saya:
Saya senang datang ke Lombok, laut dan pantai yang menawan; gunung dan ngarai yang mempesona, senyum manis para penduduknya... Sayang, ketika kami hendak pulang, kami terjebak macet sampai lima jam yang memaksa kami harus terunda naik pesawat ... dan ticket-pun hangus.
Saya membaca SMS-itu dan bergumam di dalam hati:
"Memang, kita ini bangsa yang memalukan"
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Hasanain Juaini